Lawan ISIS, GP Ansor desak Risma gandeng kiai Muhammadiyah dan NU
Delapan warga Surabaya dikabarkan sudah bergabung ke ISIS.
GP Ansor Jawa Timur meminta pemerintah dan ormas lainnya mewaspadai gerakan radikal mengatasnamakan agama di Indonesia. Sebab, gerakan-gerakan ini bisa menjadi ancaman serius bagi keutuhan NKRI. Terlebih lagi, mulai meluasnya pengaruh jaringan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah di Tanah Air.
Kekhawatiran ini, sempat diutarakan Dewan Pembina GP Ansor Jawa Timur, Masduki Toha. Indikasi ancaman gerakan radikal di Indonesia, khususnya di Surabaya, kata dia, sudah bisa dilihat di awal Tahun 2015 ini.
"Apalagi, saat ini isu kelompok ISIS makin santer menjadi sorotan dunia internasional. Dan Surabaya juga tidak lepas dari persoalan kelompok-kelompok radikal ini," kata Masduki kepada wartawan di Surabaya, Sabtu (21/3).
Bukti di Surabaya sudah menjadi sasaran kelompok radikal ini, kata dia, bisa diketahui adanya pemberlakuan travel warning dari Amerika dan sekutunya.
Kemudian penangkapan terduga teroris di Kejawen Putih, Surabaya oleh tim Densus 88 Mabes Polri beberapa waktu lalu, termasuk adanya dua lokasi di wilayah Surabaya utara, yang ditengarai menjadi sarana tempat pendidikan gerakan radikal.
Terbaru, delapan warga Kota Pahlawan juga dikabarkan hilang di Turki dan diduga ikut bergabung dengan kelompok ISIS di Suriah. "Ini kan perlu diwaspadai. Karena sudah mulai masuk ke persoalan ideologi," tegasnya.
Pria yang juga menjabat Wakil Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Surabaya ini meminta pemerintah, baik pusat, daerah maupun ormas-ormas Islam yang berpegang teguh pada keutuhan NKRI untuk tetap tidak memandang remeh gerakan-gerakan tersebut.
"Polri, TNI dan BIN harus segera mengambil sikap tegas terhadap gerakan-gerakan ini," katanya.
Bahkan, masih kata dia, tak hanya Panglima TNI, Jenderal Moeldoko yang pernah mendapat ancaman dari kelompok radikal ini, GP Ansor pun juga pernah mendapat ancaman tersebut. "Jadi, kita harap segera dimonitor gerakan dan indikasi ini. Jangan sampai Surabaya dimasuki ancaman-ancaman gerakan itu," tegasnya.
Selain itu, kembali dia mengingatkan kepada pihak Pemkot Surabaya agar selalu membangun komunikasi dengan para ulama, baik dari Nahdlatul Ulama (NU) maupun dengan Muhammadiyah.
"Sebab kita melihat, Pemkot Surabaya, khususnya Wali Kota Tri Rismaharini tidak pernah berkomunikasi dengan ulama terkait masalah ini. Itu bukti nyata. Nah, sekarang sudah kecolongan kan (8 warga Surabaya hilang di Turki)," ungkap legislator Wakil Ketua DPRD Surabaya ini lagi.
Dia menambahkan, atas persoalan indikasi masuknya gerakan radikal ini, agar seluruh barisan NU juga ikut bersikap. Khususnya, pengawasan di tingkat RT/RW. "Karena ini gerakan ideologis loh. Bukan sembarangan kalau sudah menyangkut pemahaman," tandas dia.