MA tolak kasasi Dewie Yasin Limpo, ditambah hak politik dicabut
Mahkamah Agung (MA) tetap menghukum mantan anggota Komisi VII DPR dari Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo dengan delapan tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Majelis hakim perkara tersebut dipimpin oleh Artidjo Alkostar dengan anggota Krisna Harahap dan Syamsul Chaniago.
Mahkamah Agung (MA) tetap menghukum mantan anggota Komisi VII DPR dari Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo dengan delapan tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Majelis hakim perkara tersebut dipimpin oleh Artidjo Alkostar dengan anggota Krisna Harahap dan Syamsul Chaniago.
"Karena terbukti menerima suap sebesar 177.700 dolar AS dalam rangka pengadaan anggaran untuk pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua," kata anggota majelis hakim perkara kasasi, Krisna Harahap dilansir Antara, Rabu (22/2).
Dia menambahkan di samping memperkuat putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi Jakarta) mengenai pidana penjara dan denda, MA memperbaiki amar putusan mengenai hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk menduduki jabatan publik.
Yang dapat dicabut menurut majelis hakim agung adalah hak dipilih, yakni 5 tahun setelah menjalani pidana pokok, bukan hak memilih karena yang terakhir ini merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dihilangkan maupun dikurangi.
Sebelumnya di tingkat pertama, Dewie Yasin Limpo divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menjadi menerima suap 177.700 dolar Singapura (sekitar Rp 1,7 miliar) untuk mengupayakan anggaran pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai Provinsi Papua.
"Menyatakan terdakwa I Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo dan terdakwa II Bambang Wahyuhadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama," kata ketua majelis hakim Masud dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Vonis itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta hakim menghukum Dewie dan Bambang masing-masing selama 9 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan dan khusus untuk Dewie dikenakan pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 12 tahun.
Dewie dinyatakan terbukti menerima 177.700 Dolar Singapura dari Kepala Dinas Kabupaten Deiyai Irenius Adi dan pengusaha Setiyadi Jusuf melalui Rinelda Bandaso. Uang itu diberikan agar Dewie membantu mengupayakan anggaran dari pemerintah pusat sebesar Rp 50 miliar untuk proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua.