Malaysia belajar pengelolaan haji pada Indonesia
Dalam pertemuan itu, Sri Ilham Lubis memaparkan data jemaah dan manajemen operasional haji Indonesia. Tahun ini kuota haji Indonesia kembai normal menjadi 211 ribu. Indonesia juga mendapat tambahan 10 ribu sehingga total kuotanya menjadi 221 ribu.
Tim Tabung Haji Malaysia kembali bertemu Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi. Pertemuan digelar di Kantor Daker Makkah, Selasa (19/9). Ini adalah pertemuan rutin yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.
"Mereka ingin tahu pengelolaan jemaah haji Indonesia, mulai dari persiapan di Indonesia, manasik, sampai dengan operasional di Arab Saudi," kata Kadaker Makkah Nasrullah Jasam.
Tim Tabung Haji Malaysia dipimpin oleh Ketua Rombongan (semacam Amirul Haj) Datuk Syed Saleh Syed Abdur Rahman. Ikut dalam rombongan, para pengarah operasional (semacam Kadaker dan Kepala Bidang Layanan). Tim Malaysia diterima oleh Direktur Layanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis, Staf Teknis 3 Kantor Urusan Haji Ahmad Jauhari, Kadaker Makkah Nasrullah dan para Kasi Layanan di Daker Makkah.
Dalam pertemuan itu, Sri Ilham Lubis memaparkan data jemaah dan manajemen operasional haji Indonesia. Tahun ini kuota haji Indonesia kembai normal menjadi 211 ribu. Indonesia juga mendapat tambahan 10 ribu sehingga total kuotanya menjadi 221 ribu.
Dari sisi pengelolaan jemaah, juga soal pembentuk kloter serta struktur petugas. Satu kloter jemaah haji Indonesia terdiri dari 360 – 455 jemaah. Setiap kloter didampingi lima petugas, yaitu satu Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), satu Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD), dan tiga Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI).
Menurut Nasrullah, jemaah haji Malaysia terbagi sekitar 100-an kloter, dengan anggota berkisar 250 orang. Mereka tidak menempatkan petugas pendamping pada masing-masing kloternya. "Di pesawat tidak ada petugas yang mendampingi. Baru setibanya di bandara, langsung dilayani petugas tabung haji," tutur Nasrullah.
"Petugas pembimbing ibadah mereka ditempatkan per Maktab. Satu maktab sekitar 2700 jemaah dengan 2 - 4 pembimbing," lanjutnya.
Selain soal organisasi jemaah, Sri llham juga menjelaskan beragam layanan yang diperoleh jemaah haji Indonesia, mulai dari akomodasi, transportasi, dan katering.
Akomodasi jemaah haji Malaysia memang berada di ring satu dengan jarak terjauh 900 meter. Ini dimungkinkan karena jumlah jemaah mereka hanya 30 ribu atau setara satu setengah sektor jemaah Indonesia. Indonesia sendiri menempatkan lebih dari 20 ribu jemaahnya di Jarwal dengan jarak 900 meter dari Masjidil Haram.
"Meski sebagian besar jarak hotel jemaah haji Indonesia di atas 1.5 km, jemaah yang tinggal di situ mendapatkan layanan transportasi bus Shalawat," kata Nasrullah.
Dalam pertemuan ini diketahui Malaysia juga mempunyai keluhan yang sama dengan Indonesia tentang layanan muassasah dan maktab saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Keluhan itu terkait dengan layanan katering, tenda, dan proses keberangkatan jemaah dari hotel menuju Masyair.
Nasrullah menambahkan, Tim Tabung Haji Malaysia juga berbagi pengalaman dengan Indonesia, terutama terkait manasik haji. Menurut Nasrullah, mereka mengadakan 17 kali pertemuan untuk manasik dasar, dan dua hari manasik intensif (praktik). Selain itu, ada juga manasik yang khusus untuk menggambarkan suasana Armina, misalnya dengan praktik tinggal ditenda berdesak-desakan.
"Setelah manasik, mereka mengadakan ujian untuk mengukur pemahaman jemaah terhadap materi yang disampaikan. Jemaah yang dinilai belum lulus akan diberi manasik lagi," tandasnya.