Kemenag: Haji Tidak Sah Bila Jemaah Tinggalkan Salah Satu Rukun
Widi mengatakan seseorang yang akan menunaikan ibadah haji harus memenuhi syarat.
Widi mengatakan seseorang yang akan menunaikan ibadah haji harus memenuhi syarat.
Kemenag: Haji Tidak Sah Bila Jemaah Tinggalkan Salah Satu Rukun
Rukun haji merupakan rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji. Sebagai informasi, rukun haji tidak dapat diganti dengan amalan lain, walaupun dengan dam. Jika rukun ini ditinggalkan, ibadah haji seseorang tidak sah.
Mengutip dari buku Manasik Haji yang diterbitkan Kementerian Agama, rukun haji yang dimaksud yakni Ihram (niat), wukuf di Arafah, tawaf Ifadah, Sa’i, Cukur (Tahallul) dan Tertib.
Anggota Media Center Kementerian Agama, Widi Dwinanda mengatakan diperlukan pemahaman yang cukup bagi jemaah untuk mengetahui syarat, rukun, dan wajib haji yang akan melaksanakan ibadah haji.
“Jemaah perlu memiliki pemahaman yang baik tentang syarat, rukun, dan wajib haji, agar ibadah haji yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat,” kata Widi dalam keterangan resmi di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Selasa (11/6).
Widi mengatakan seseorang yang akan menunaikan ibadah haji harus memenuhi syarat yaitu Islam, telah Baligh (dewasa), Aqil (berakal sehat), Merdeka (bukan hamba sahaya), dan Istita'ah (mampu).
Istita’ah, yang dimaksud merupakan kemampuan seseorang melaksanakan ibadah haji yang ditinjau dari sisi jasmani, rohani, ekonomi, keamanan.
Secara jasmani, jemaah harus sehat, kuat, dan sanggup secara fisik melaksanakan ibadah haji. Sementara dari sisi rohani jemaah harus mengetahui dan memahami manasik haji. Lalu berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk melaksanakan ibadah haji dengan perjalanan yang jauh.
Di sisi lain, jemaah haji juga harus mampu membayar biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang ditentukan oleh pemerintah dan berasal dari usaha/ harta yang halal.
"Biaya haji yang dibayarkan bukan berasal dari satu-satunya sumber kehidupan yang apabila sumber kehidupan itu dijual terjadi kemudharatan bagi diri dan keluarganya, dan memiliki biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkan," kata Widi.
Sementara dari segi keamanan, yaitu aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji. Aman bagi keluarga dan harta benda serta tugas dan tanggung jawab yang ditinggalkan, dan tidak terhalang. Misalnya mendapat kesempatan atau izin perjalanan haji termasuk mendapatkan kuota tahun berjalan, atau tidak mengalami pencekalan.
“Sementara wajib haji adalah rangkaian amalan yang harus dikerjakan dalam ibadah haji yang bila salah satu amalan itu tidak dikerjakan ibadah haji seseorang tetap sah, tapi dia harus membayar dam,” kata Widi
Wajib haji tersebut yaitu Ihram, yakni niat berhaji dari miqat, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melontar jumrah Ula, Wusta dan Aqabah, dan tawaf Wada (bagi yang akan meninggalkan Makkah).
“Jika seseorang sengaja meninggalkan salah satu rangkaian amalan itu tanpa adanya udzur syar'i, ia berdosa,” kata dia.
Selain itu, Widi menginformasikan mulai 11 Juni 2024, operasional bus shalawat akan diberhentikan melayani jemaah. Pemberhentian operasional bus shalawat akan berlangsung selama empat hari sebelum pelaksanaan puncak haji di Arafah.
Widi bilang pemberhentian operasional bus shalawat tersebut disebabkan ditutupnya jalur-jalur yang biasa dilalui bus salawat karena padatnya arus lalu lintas jelang puncak haji.
“Penghentian ini juga mendorong para jemaah bisa fokus untuk persiapan puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina),” kata Widi.
Sambil menunggu puncak haji, jemaah diminta mempersiapkan diri untuk menjalani rangkaian puncak haji sebagai prioritas utama. Aktivitas ibadah dapat dilakukan di hotel dan membatasi bepergian ke luar hotel.
“Manfaatkan waktu-waktu menghadapi puncak haji dengan memperbanyak amalan ibadah, berdzikir, mendalami manasik haji, menjaga kebugaran tubuh dengan makan yang teratur dan tepat waktu serta istirahat yang cukup,” pesan Widi.