Rukun Puasa dan Syarat Sah Pelaksanaannya, Umat Islam Wajib Tahu
Rukun puasa mencakup serangkaian aturan dan tata cara yang harus diikuti secara sungguh-sungguh dan ikhlas.
Rukun puasa mencakup serangkaian aturan dan tata cara yang harus diikuti secara sungguh-sungguh dan ikhlas.
Rukun Puasa dan Syarat Sah Pelaksanaannya, Umat Islam Wajib Tahu
Puasa, yang merupakan salah satu rukun Islam, merupakan kewajiban agama bagi umat Muslim yang sehat dan mampu melaksanakannya selama bulan Ramadan. Puasa tidak hanya merupakan bentuk ibadah fisik, tetapi juga ujian spiritual yang memperkuat disiplin diri, kesabaran, dan pengendalian diri.
Salah satu rukun puasa yang paling mendasar adalah niat (niyyah), yang harus dimiliki oleh setiap Muslim sebelum memulai ibadah puasa. Niat mencerminkan kesungguhan hati dalam menjalankan ibadah puasa sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Rukun puasa ini mengajarkan nilai-nilai kendali diri, empati terhadap orang yang kurang beruntung, dan penghargaan terhadap nikmat kesehatan yang diberikan oleh Allah.
Berikut penjelasan lengkap mengenai rukun puasa yang penting untuk diketahui oleh umat Islam, dirangkum dari berbagai sumber.
-
Apa saja rukun puasa? Rukun Puasa Berdasarkan pada kesepakatan ulama, rukun puasa ada dua, yang keduanya harus dikerjakan saat berpuasa, yaitu niat dan menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
-
Apa hukum puasa Ramadhan? Hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam yaitu wajib. Terutama bagi umat Islam yang sudah memenuhi beberapa persyaratan. Seperti:Suci Berakal sehatSudah baligh atau pubertasSehat jasmani dan rohani
-
Apa itu Qada Puasa? Adapun kegiatan mengganti puasa ini dikenal sebagai qada puasa. Dilansir Rumaysho, yang dimaksud qada adalah mengerjakan suatu ibadah di luar batasan waktunya.
-
Kenapa Qada Puasa penting? Mengganti utang puasa Ramadhan juga wajib hukumnya. Ini seperti tertuang dalam firman Allah SWT di Surah Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi: '... Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. ...'
-
Kenapa orang Islam harus berpuasa? Puasa merupakan salah satu ibadah bagi umat Islam. Di mana saat berpuasa, umat Islam harus bisa menahan haus, lapar dan hawa nafsunya.
-
Puasa apa yang hukumnya sunnah? Hukum puasa Nisfu Syaban adalah sunah.
Rukun Puasa
Rukun adalah sesuatu yang harus dikerjakan, dan bila ditinggalkan salah satunya maka ibadahnya tidak sah. Adapun rukun puasa terdiri dari dua, yakni:
1. Niat
Niat melaksanakan ibadah puasa dapat dilafalkan pada malam hari sejak waktu Magrib sampai waktu fajar. Keharusan niat dalam setiap ibadah termasuk ibadah puasa didasarkan pada firman Allah SWT berikut ini:
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ
“Dan tidakkah mereka diperintahkan, kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas semata-mata karena (menjalankan) agama dengan lurus...”. (QS. al-Bayyinah, 98:5).
Sabda Nabi Muhammad SAW:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
"Sesungguhnya setiap amal itu harus disertai dengan niat…”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1 dan Muslim: 3530).
مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
"Siapa yang tidak membulatkan niat puasa sebelum terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya (tidak sah puasanya)”. (Hadis Shahih, riwayat Abu Dawud: 2098 al-Tirmidzi: 662, dan al-Nasa'i: 2293).
Sementara untuk puasa sunnah diperbolehkan niat di pagi harinya sampai menjelang waktu Dzuhur, berdasarkan hadis shahih sebagai berikut;
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ فَقُلْنَا لَا قَالَ فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ فَقَالَ أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا فَأَكَلَ
“Dari Aisyah r.a. ia menuturkan, "suatu hari Nabi SAW. datang kepadaku dan bertanya, "Apakah kamu punya makanan?". Aku menjawab, "Tidak". Maka beliau bersabda, "Baiklah kalau begitu (hari ini) aku berpuasa". Kemudian pada hari yang lain beliau datang lagi kepadaku, lalu aku katakan kepadanya,”Wahai Rasulullah kami diberi hadiah makanan (haisun)". Beliau berkata, "Tunjukkan padaku, sebenarnya sejak pagi aku berpuasa". Kemudian beliau memakan makanan tadi,” (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 1952, Abu Dawud: 2099, al-Tirmidzi: 666, al-Nasa'i: 2283, dan Ahmad: 24549).
Syarat Sah Puasa
Mengutip NU Online, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zakky Mubarak menjelaskan syarat sah melaksanakan puasa adalah sebagai berikut:
1. Beragama Islam
Bagi mereka yang tidak beragama Islam tidak diwajibkan puasa.
2. Berakal
Orang yang terganggu akalnya, atau gila tidak wajib berpuasa.
3. Balig atau dewasa
Yaitu berumur lima belas tahun ke atas, atau sudah menstruasi bagi anak perempuan dan mimpi sebagai tanda balig bagi anak laki-laki, meskipun usianya belum mencapai umur lima belas tahun.
Anak yang belum balig tidak wajib berpuasa, namun jika anak itu telah mumayyiz (bisa membedakan yang baik dan yang buruk) kemudian ia melaksanakan puasa, maka puasanya sah. Sabda Nabi SAW:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيقَ
“Ada tiga kelompok yang dibebaskan dari hukum, yaitu: (1) Orang yang tidur sehingga ia bangun. (2) Anak-anak sampai ia baligh. (3) Orang gila sampai ia sembuh,” (Hadis Shahih, riwayat Abu Dawud: 3822, al-Tirmidzi: 1343, al-Nasa'i: 3378, Ibn Majah: 2031, dan Ahmad: 910. teks hadis riwayat al-Nasa'i).
4. Mampu Berpuasa
Mereka yang tidak mampu berpuasa karena sudah sangat tua, sakit dan sebagainya tidak wajib berpuasa. Sebagai gantinya, wajib membayar fidyah.
Firman Allah SWT: “Barang siapa yang sakit, atau sedang dalam perjalan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari-hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan”. (QS. al-Baqarah, 2:185). Pada ayat yang lain dijelaskan: “Dan wajib bagi mereka yang berat menjalankannya, (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin”. (QS. al-Baqarah, 2:184).
5. Suci dari Haid dan Nifas
Bagi perempuan yang sedang haid atau nifas (keluar darah sehabis melahirkan) tidak boleh berpuasa. Namun mereka wajib mengqadha (mengganti) puasa yang ditinggalkannya pada hari lain setelah mereka suci dari haid dan nifasnya. Keterangan dari hadis riwayat Aisyah ra:
فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
“…Kami diperintahkan Rasulullah SAW mengqadha puasa dan tidak disuruhnya untuk mengqadha shalat”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 508).
6. Dikerjakan pada Waktu yang Diperkenankan
Jika melaksanakan puasa pada waktu yang tidak diperbolehkan puasa, maka puasanya tidak sah, bahkan tidak boleh dilakukan.
Waktu-waktu dilarang berpuasa adalah;
(1) Hari raya ‘Idul Fitri.
(2) Hari raya ‘Idul Adha.
(3) Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan Dzulhijjah.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi SAW:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَالنَّحْرِ
"Nabi SAW melarang puasa pada hari Idul Fitri, dan Idul Adha”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1855 dan Muslim: 1921).
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْفِطْرِوَيَوْمِ الْأَضْحَى وَأَيَّامِ التَّشْرِيقِ
"Nabi SAW melarang puasa pada hari Idul Fitri, Idul Adha, dan hari-hari Tasyriq”. (Hadis Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 772).