Managing Director Emtek Sutanto Bicara Perkembangan Industri TV dan AI di Forum APMF 2024
Dalam pemaparannya, Sutanto mengatakan, jumlah masyarakat yang menonton televisi saat ini mengalami peningkatan.
Dalam pemaparannya, Sutanto mengatakan, jumlah masyarakat yang menonton televisi saat ini mengalami peningkatan.
- Surya Citra Media Raih Penghargaan Sebagai Broadcaster of The Year pada 29th Asian Television Awards
- Emtek Grup Audiensi dengan Kemenpora, Taufik Hidayat Bicara Pentingnya Media Mempopulerkan Olahraga
- Menkomdigi Meutya Hafid Audiensi dengan Jajaran PT Emtek
- Tak Hanya Mengusir ‘Semut’, Kehadiran TV Digital Juga Membawa Manfaat Lain Bagi Indonesia
Managing Director Emtek Sutanto Bicara Perkembangan Industri TV dan AI di Forum APMF 2024
Managing Director Emtek Sutanto Hartono menjadi salah satu pembicara pada forum Asia Pacific Conference for Media, Advertising and Marketing (APMF) 2024 yang digelar di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (3/5).
Sutanto dalam pemaparannya mengatakan, jumlah masyarakat yang menonton televisi (TV) mengalami peningkatan saat ini. Peningkatan jumlah penonton makin meningkat setelah semua siaran TV analog beralih ke TV digital atau Analog Switch Off (ASO).
"Kalau kita melihat konsumsi TV masih sehat, jumlah durasi rata-rata per harinya malah terjadi sedikit peningkatan dari 4,6 jam menjadi 4,7 jam per hari. Rating-nya juga naik sebelum analog. Sekarang ini secara totality 11 (persen) sekarang menjadi 11,3 (persen). Nah itu sekarang masih healthy," kata Sutanto saat ditemui di event APMF di Bali, Jumat (3/5).
Sutanto menjabarkan, meskipun kini banyak platform media yang menawarkan konten tertentu, tetapi jumlah masyarakat yang menggunakan broadcast atau melihat TV masih cukup banyak. Hal itu dikarenakan aktivitas menonton televisi paling murah meriah dan bisa menjangkau seluruh penduduk Indonesia hingga ke berbagai kepulauan.
"Orang mungkin lupa, bagaimanapun juga yang namanya broadcast teknologi adalah teknologi yang paling murah meriah untuk menjangkau seluruh penduduk Indonesia dengan berbagai kepulauan," kata Sutanto.
Tantangan Industri Televisi
Sutanto menambahkan, tantangan bagi industri TV saat ini adalah terus mendorong atau menentukan yang relevan dengan bisnis ini sehingga masyarakat umum khususnya generasi muda yang melek digital dan media sosial bisa kembali untuk melihat TV.
"Ada dua hal. Pertama adalah kembali apa sih definisi TV, definisi TV tidak bisa dipakai definisi lama yaitu adanya channel broadcast. Tetapi TV ini adalah termasuk konten di dalamnya. Di mana sekarang ini, teknologi memungkinkan bisa disonifikasi di berbagai format dan platform kapanpun bisa dikonsumsi," ujarnya.
"Kedua harus ada eksak-nya bahwa TV ini juga mentransform dirinya, sehingga konten-konten yang bisa diproduksi ini bisa mengaddres tantangan digital itu sebagai tantangan personalisasi, orang kepingin bahwa konten ini welcome buat saya. Nah, ini mungkin beda dengan orang lain," ujar Sutanto
Dengan adanya tantangan seperti, Sutanto berharap televisi juga bisa memproduksi konten yang lebih banyak, cepat dan dengan harga terjangkau. Apalagi kini ada teknologi Artificial Intelligence (AI).
"Karena banyak konten, maka makin tinggi cost-nya itu, kita harus beralih ke teknologi untuk memungkinkan teknologi membantu kita termasuk AI, sehingga konten itu bisa kita produksi menjadi (lebih banyak)," katanya.
Sutanto sendiri melihat bagaimana perkembagan teknologi AI cukup masif.
Kontribusi teknologi AI dalam dunia industri TV adalah perjalanan awal yang ke depannya belum sama-sama tahu ujungnya akan seperti apa.
"Tapi kita mendapatkan gambaran apa yang AI mampu lakukan. Tapi saya yakin lima tahun dari sekarang kemampuan IA akan lebih dahsyat lagi. Contoh AI tidak hanya bisa membantu kita meningkatkan kapabilitas to analisis tetapi juga dari sisi generatif maupun memproduksi kontennya sendiri. Misalnya, contoh bikin berita itu tau-tau nanti bisa bikin sendiri dan lain sebagainya," ujarnya.
"Tetapi bagaimana pun juga namanya human touch tidak sepenuhnya dilakukan apalagi kalau bicara dalam proses kreatif. Kreatif itu tidak bisa untuk diaplikasikan dengan mesin 100 persen . Mesin bisa membantu tetapi (tidak) bisa menggantikan kreativitas tapi kombinasi dua-duanya harus terus dijaga," ujar Sutanto mengakhiri.