'Mau maju pilkada ada 2 pilihan, figur dicintai atau dibutuhkan'
Biasanya pemilih yang kadung lebih 'mencintai' calon pemimpinnya daripada 'membutuhkannya'.
Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko mengatakan dalam pelaksanaan pemilihan umum setiap individu hanya memiliki dua pilihan di hadapan para pemilihnya. Menurut dia, Pilkada, Pileg atau bahkan Pilpres, memang menempatkan individu sebagai lakon protagonis dari panggung kompetisi tadi.
"Maka jika kita ingin menang di Pilkada, pilihannya cuma dua, kamu jadi figur yang dicintai atau setidaknya jadi figur yang dibutuhkan," ujar Budiman di kantor BPP Kemendagri dalam diskusi bedah buku 'Politik Hukum Pilkada Serentak' karangan Tjahjo Kumolo, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (3/5).
"Artinya, seorang calon itu membangun hubungan rasional programatik dengan si pemilih. Bahwa kemudian kamu dicintai ya itu hanya bunga-bunganya saja," katanya menambahkan.
Budiman menilai, dari dua kriteria calon pemimpin tadi konteks 'pemimpin yang dibutuhkan' nyatanya memang lebih unggul dan akuntabel daripada sekedar menjadi 'pemimpin yang dicintai' oleh pemilihnya.
"Paling bagus itu, jika hubungan yang tercipta adalah karena 'membutuhkan', karena ikatannya lebih kental dan mudah diukur. Pola demokrasi yang bagus itu ketika tujuan utamanya melahirkan figur politik yang dibutuhkan, bukan hanya dicintai," ujar Budiman.
Terlebih lagi, lanjut Budiman, biasanya pemilih yang kadung lebih 'mencintai' calon pemimpinnya daripada 'membutuhkannya'. Selain itu, biasanya tak terlalu kritis dalam menanggapi kesalahan-kesalahan si calon, atau bahkan malah memakluminya karena terlanjur cinta tersebut.
"Kalau calon pemimpinnya sekedar 'dicintai', lebih mudah memang. Anda mencuri pun dimaafkan. Anda salah pun juga akan dimaklumi," ujarnya.
Kemudian, Budiman mencontohkan mengenai seorang calon pemimpin yang dibutuhkan oleh para pemilihnya namun di saat yang sama kebutuhan para calon pemilih itu saling bertentangan.
Di sinilah integritas seorang calon pemimpin itu akan diuji untuk melihat apakah dirinya memang dibutuhkan oleh rakyat pada umumnya. Atau dia memang hanya ingin menyenangkan semua pihak saja demi mendulang suara.
"Lalu bagaimana jika harus menjadi 'yang dibutuhkan', padahal kebutuhannya beragam. Antara investor reklamasi dengan aktivis lingkungan kan bertentangan, bagaimana? Kebutuhan siapa yang harus dilayani pemimpin itu jika terpilih di Pilkada?" ujar Budiman.
"Nah, seorang calon pemimpin nggak bisa dalam janji kampanyenya mengatakan bahwa dia pro investasi perkebunan dan pertambangan, tapi di sisi lain dia juga mengatakan pro reforma agraria. Dia mau apa sebenarnya, menyenangkan semua orang? Tapi beginilah budaya politik Indonesia," pungkasnya.