Mencegah Terulangnya Kasus Suap Pajak Rafael Alun Jilid 2
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi atau MAKI Boyamin Saiman memandang bisnis haram yang dilakukan Rafael Alun lewat gratifikasi melalui perusahaan konsultan pajak miliknya bukan merupakan praktek baru.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya berhasil memaksa Rafael Alun Trisambodo memakai kaos orange sebagai tersangka. Buntut terkuaknya dugaan modus jahat bisnis 'sampingan' permainan pajak yang dijalankan ayah Mario Dandy Satriyo.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi atau MAKI Boyamin Saiman memandang bisnis haram yang dilakukan Rafael Alun lewat gratifikasi melalui perusahaan konsultan pajak miliknya bukan merupakan praktek baru.
-
Kapan KPK menyetorkan uang rampasan Rafael Alun ke kas negara? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyetorkan ke kas negara uang sejumlah Rp40,5 miliar uang rampasan dari terpidana korupsi mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo dalam kasus kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
-
Apa tujuan KPK menyetorkan uang rampasan dari Rafael Alun ke kas negara? KPK menegaskan tujuan akhir dari pemberantasan korupsi dalam memulihkan kerugian keuangan negara.
-
Berapa total uang rampasan yang berhasil disita KPK dari Rafael Alun? "Mencakup uang pengganti Rp10.07 miliar, uang rampasan perkara gratifikasi dan TPPU Rp29.9 miliar, serta uang rampasan perkara TPPU sebesar Rp577 juta," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (6/9), melansir dari Antara.
-
Kenapa Rafael Alun Trisambodo menerima gratifikasi? Dengan jabatannya tersebut Rafael menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya.
-
Kenapa diklaim bahwa PKB menolak uang Rp4 triliun? Uang bernilai fantastis itu disebut agar Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mundur dari posisinya selaku calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan.
-
Apa yang menurut TKN Prabowo jadi alasan kekhawatiran? "Apa yang perlu dikhawatirkan? Kecuali kalau ada yang bermain-main di luar rel ya wajar kami khawatir," kata dia.
"Kalau memang dugaannya mau bermain dan mencari keuntungan sangat mudah, karena sangat banyak wajib pajak ya. Prinsipnya memang tidak ingin bayar pajak (subjek wajib pajak)," kata Boyamin saat dihubungi merdeka.com, Selasa (4/4).
Ia membeberkan modus seperti Rafael Alun kerap terjadi, ketika pihak wajib pajak tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tidak jujur atau lebih sedikit dari seharusnya. Dari situlah, seorang pengawas pajak seperti Rafael akan muncul cela melakukan kecurangan.
"Nah, kalau ketemu itu ya nanti kemudian. Dia malah diduga mengambil keuntungan dengan untuk melakukan konsultan pajak yang berafiliasi atau berhubungan. Gitu kira-kira cara bermain- mainnya. Jadi ya memang peluang itu besar," ungkapnya.
"Jadi artinya wajib pajak itu berusaha menghindari membayar pajak maksimal, kalau bisa minimal kan begitu. Itu diduga juga bisa berkomplot atau bermain dengan siapapun tidak terlepas dari RAT (Rafael Alun) kira-kira gitu gambarannya," tambah dia.
Lantas, Boyamin menyarankan agar praktik main mata pembayaran pajak tak terulang. Karena pengawasan dalam konteks transaksi perpajakan sudah lebih mudah, pasalnya setiap transaksi telah memakai jasa bank dan sistem keuangan.
Terlebih telah adanya Undang-undang No 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Dengan aturan itu sudah bisa pihak pengawas melihat dan mendeteksi data pajak perusahaan.
"Maka kesempatan oknum-oknum nakal itu tidak bisa. Karena, ada Undang- undang yang mengatur itu. Jadi ada sebuah sistem pajak pengeluaran dan masuk menjadi klop sehingga tidak ada celah oknum pegawai pajak bermain-main lagi," jelasnya.
Sebab, lanjut dia, celah permainan pajak terjadi ketika para wajib pajak berusaha tidak patuh. Sehingga ada peluang untuk mengurangi beban biaya pembayaran pajak. Padahal, kalau pembayaran dilakukan sesuai kewajiban maka celah permainan tidak akan terjadi.
"Bayarnya dengan jumlah besar sehingga ya otomatis kalau dia membayar pajak sesuai kewajibannya. Maka tidak mau bermain-main lagi, mau suap atau gratifikasi itukan sudah tidak ada lagi.
Misalnya saya wajib bayar pajak Rp100 juta, terus saya bayar Rp100 juta ya maka ya otomatis saya tidak akan suap siapa-siapa," tuturnya.
Usut Tuntas
Di samping itu, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yuris Rezha Kurniawan menilai kasus Rafael Alun harus ditangani lebih serius lagi oleh KPK. Sebab, ada dugaan kaitan dengan hubungan transaksional antara pejabat pajak dan perusahaan/pengusaha.
"KPK sebaiknya juga serius menelusuri dan mengumpulkan bukti, apakah dalam kasus ini terdapat permufakatan jahat. Sebab, jika hak tersebut ditemukan maka bukan lagi sekedar gratifikasi tapi menjurus ke korupsi jenis suap sehingga pemberi suap juga harus diproses secara hukum," ujarnya.
Selain itu, Yuris juga menyarankan agar KPK segera menyusun strategi agar tindak pidana pencucian uang (TPPU) bisa diungkap. Agar, segala aset dari hasil bisnis haram Rafael bisa disita dengan bersama proses hukum gratifikasi.
"Sebab, pemidanaan terhadap pelaku korupsi tidak cukup hanya dengan pidana badan bagi pelakunya, tetapi juga harus memastikan semua aset yg didapat dari tindak pidana tidak bisa dinikmati lagi oleh pelaku korupsi," tambah dia.
Disamping itu, Yuris juga mengatakan penyidikan KPK sebaiknya menjadi pintu masuk untuk mengungkap kasus hukum lainnya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Mengingat persoalan yg terjadi diduga melibatkan banyak pejabat di sektor pajak dan mungkin juga bea cukai, penegak hukum mestinya juga secara tuntas mendalami dugaan tindak pidana pejabat lain di kemenkeu yang menggunakan pola serupa," lanjutnya.
Modus Rafael Alun
Sebelumnya, Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diduga menerima USD90.000 atau sekitar Rp1,3 miliar melalui perusahaan konsultan pajak miliknya.
Ketua KPK Komjen Firli Bahuri mengatakan, kasus ini bermula saat Rafael diangkat menjadi Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur I pada 2011.
"Dengan jabatannya tersebut diduga RAT (Rafael Alun) menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/4).
Firli mengatakan, Rafael juga diduga memiliki beberapa usaha yang satu di antaranya PT Artha Mega Ekadhana (PT AME) yang bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.
Firli mengatakan, pihak yang menggunakan jasa PT AME adalah para wajib pajak yang diduga memiliki permasalahan pajak. Menurut Firli setiap kali wajib pajak mengalami kendala dan permasalahan dalam proses penyelesaian pajaknya, Rafael diduga aktif merekomendasikan PT AME.
"Sebagai bukti permulaan awal, tim penyidik menemukan adanya aliran uang gratifikasi yang diterima RAT sejumlah sekitar USD90.000 yang penerimaannya melalui PT AME dan saat ini pendalaman dan penelusuran terus dilakukan," kata Firli.
Atas perbuatannya, Rafael disangka melanggar Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(mdk/ded)