Menengok sekolah satu atap Pulau Sabira, masih kekurangan guru
"Harusnya ngajar siswa SD, tapi guru juga ngajar di tingkat SMP juga. Takutnya materi yang disampaikan kurang maksimal."
Jaraknya yang jauh dari daratan, minimnya fasilitas dan tenaga kerja guru, membuat pendidikan di Pulau Sabira, Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, jauh dari standar. Namun kekurangan-kekurangan tersebut tidak menyurutkan semangat anak-anak di pulau tersebut malas menuntut ilmu.
Sekolah satu atap 02 Pulau Sabira terdiri dari SD dan SMP, walaupun tetap bersemangat menuntut ilmu, ternyata para siswa di sekolah tersebut merasa belajar mengajar di Pulau Sabira tidak dapat maksimal akibat minimnya tenaga guru.
"Harusnya kan ngajar siswa kelas SD, tapi guru juga ngajar di tingkat SMP juga. Takutnya materi yang disampaikan kurang maksimal," ujar Muhammad Rizki (12) siswa kelas VIII di Pulau Sabira, Jumat (19/9).
Rizki yang merupakan siswa berprestasi di kelasnya. Selain itu dirinya juga merupakan ketua osis SMP di sekolah Satu Atap 02 Pulau Sabira. Menurut Rizki, seharusnya satu guru mendidik siswanya dengan satu mata pelajaran yang dikuasainya.
"Kayak bu Vera, dia jadi wali kelas IV di tingkat SD, tapi ngajar mata pelajaran Bahasa Inggris dan Keterampilan juga di SMP," ujar Rizky.
Sementara itu, seorang guru di sekolah tersebut, Verawati menuturkan, seluruh guru di sekolah itu memang mau tidak mau harus mengajar di dua tingkat yaitu SD dan SMP dengan kurikulum 2013.
"Aslinya saya memang guru SD berdasarkan latar belakang pendidikan, tapi karena kekurangan jumlah pengajar yah mau tak mau merangkap jadi guru SMP juga," kata Verawati yang merupakan alumnus Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Jakarta tersebut.
"Para pengajar di sini harus siap mengajar di luar latar belakang pendidikannya. Seperti saya, selain bisa mengajar siswa SD, untungnya saya punya kemampuan bahasa Inggris dan Keterampilan yang baik. Jadi, keahlian saya itu bisa diterapkan di tingkat SMP," ujar Verawati.
Selain minimnya jumlah guru, kata Verawati, fasilitas di sana juga kurang memadai. Ia pun mencontohkan, SMP Negeri Satu Atap 02 Pulau Sebira belum memiliki laboratorium komputer. Padahal sejak duduk di kelas VII, siswa di sana sudah mendapatkan pelajaran Teknik Ilmu Komputer (TIK).
"Yah selama ini siswa belajar dari buku (teori) saja, tanpa ada praktik nya. Tapi kemarin, kami sudah usulkan ke kabupaten untuk penyediaan lab komputer," kata Verawati.
Sementara itu, Kepala Sekolah SD-SMP Negeri Satu Atap 02 Pulau Sabira, Nabba mengungkapkan jumlah guru di sekolahnya memang sangat minim dibandingkan dengan jumlah siswa yang mencapai 50 siswa SD dan 29 siswa SMP sehingga totalnya mencapai 79 siswa.
"Sementara untuk jumlah gurunya hanya ada 9 orang termasuk saya. Jadi, jumlah tenaga pengajar di sini memang kurang untuk meng-cover kebutuhan pendidikan di sekolah," kata Nabba.
Nabba mengklaim, pihaknya telah mengusulkan penambahan jumlah guru ke Sudin Pendidikan Kepulauan Seribu. Akan tetapi, jauhnya lokasi Pulau Sebira dari Jakarta membuat tenaga pengajar urung dimutasikan ke sana.
"Sebagai pulau paling utara, Pulau Sebira memang sangat jauh dari Jakarta, bahkan lebih dekat ke Lampung. Makanya, banyak guru yang tidak mau mengajar di sekolah ini," ujar Nabba.
Meski demikian, kata Nabba, pihaknya tetap bersyukur masih ada guru yang mau mengajar di sekolah tersebut. Walau kenyataannya para pengajar itu merupakan penduduk asli Pulau Sebira.
"Seluruh pengajar di sekolah merupakan asli orang Pulau Sebira, tentunya setelah mengenyam pendidikan tinggi di Jakarta mereka akan balik lagi ke sini menjadi guru," kata Nabba.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pendidikan Kepulauan Seribu, Yanto Siregar mengatakan, kurangnya jumlah tenaga pengajar bukan hanya terjadi di wilayah Kepulauan Seribu saja, akan tetapi di wilayah DKI Jakarta lainnya.
Yanto menjelaskan, kurangnya jumlah guru di wilayah Jakarta termasuk Kepulauan Seribu, lantaran banyaknya pegawai negeri sipil (PNS) yang memasuki masa pensiun. Meski demikian, pihaknya merasa terbantu dengan adanya program pengangkatan guru yang berstatus K-2 (honorer) menjadi PNS pada tahun ini.
"Minimnya jumlah guru bukan karena banyak yang menolak dipindahkan ke Pulau Sebira, akan tetapi karena banyak yang pensiun. Di sisi lain, kenyataannya jumlah guru memang kurang," kata Yanto yang tidak mengetahui pasti jumlah guru di Kepulauan Seribu.
Meski demikian, kata Yanto, jumlah guru yang ideal di tingkat SD harus sesuai dengan jumlah kelas yang ada. Sedangkan, untuk tingkat SMP dan SMA harus seimbang dengan jumlah bidang studi yang diajarkan sekolah.