Mengenal pesawat N219, produk asli karya anak bangsa
Murni dikerjakan insinyur-insinyur Indonesia, tak ada seorang pun konsultan asing di dalamnya.
Untuk pertama kalinya prototipe pesawat N219 ditampilkan secara utuh di hadapan publik lewat acara penampilan perdana pesawat N219 di PT Dirgantara Indonesia (DI) Bandung, Kamis (10/12).
Pesawat berwarna putih dengan kapasitas 19 penumpang itu tadinya akan diberi nama langsung oleh Presiden Joko Widodo. Namun karena masalah kesehatan, Presiden urung hadir dan digantikan oleh Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan.
Kendati demikian, penampilan perdana tetap dilakukan, meski pesawat urung diberi nama. Pesawat N219 dirancang khusus untuk melayani transportasi udara di daerah terpencil di Indonesia.
Pesawat ini hasil kerja sama PT DI dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN). Kepala Lapan Thomas Djamaluddin mengatakan, pengembangan pesawat ini menjadi bagian dari kebangkitan kembali industri pesawat terbang nasional.
Kebangkitan tersebut, lanjut dia, sekaligus mengulang kebangkitan teknologi penerbangan nasional yang terjadi pada 1995. Saat itu Indonesia mampu membuat pesawat N250.
Thomas menuturkan, sejarah teknologi penerbangan Indonesia setidaknya tercatat sejak 1963. "Waktu itu ada kebijakan untuk membangun kemandirian industri pesawat, dengan Nurtanio sebagai Kepala Lapan pertama yang waktu itu nama jabatannya masih Dirjen Lapan," tuturnya.
Nurtanio bekerja keras untuk membangun teknologi penerbangan di Indonesia. Tiga tahun ia memimpin LAPAN. Pada 1966, ia meninggal. Namanya kemudian diabadikan dalam IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara). IPTN merupakan cikal-bakal PT DI.
Tahun 1974, LAPAN membangun pesawat XT400 yang terbang perdana pada 1980. Kemudian seluruh pengembangan pesawat terbang difokuskan di IPTN. "Waktu itu LAPAN sering dikritik DPR, bahwa fungsi penerbangan LAPAN sudah tidak ada, hanya antariksa saja," kata Thomas.
Kemudian pasca pembuatan N250 semangat penerbangan nasional kembali bangkit. Pada 2008 LAPAN ditunjuk menjadi pusat litbang pengembangan pesawat terbang sedangkan PT DI sebagai pengembangan manufaktur pesawat terbang.
Mulai 2011, LAPAN membentuk pusat teknologi penerbangan. Sejak itu, LAPAN bekerja sama dengan PT DI dalam membangun N219. Mulai 2014, pengembangan N219 mendapat anggaran resmi dari pemerintah.
"Lalu tahun ini kita melihat wujud nyata N219. Tahun depan mulai terbang perdana. Tahun 2017 mulai dilakukan sertifikasi. Kemudian tahun 2017 pula kita mulai produksi (untuk dipasarkan)," katanya.
Keistimewaan pesawat N219 adalah seluruh rancang bangun strukturnya dikerjakan putra-putri Indonesia. "Murni dikerjakan insinyur-insinyur Indonesia, tak ada seorang pun konsultan asing di dalamnya. Dengan teknik rancang bangun modern, semuanya komputerisasi untuk mencapai akurasi yang tinggi," katanya.
Dia menambahkan, N219 merupakan tanda kebangkitan kembali teknologi penerbangan Indonesia. "Kita berharap semangat dulu Nurtanio sebagai Kepala LAPAN yang pertama mampu memberi semangat pada insinyur-insinyur muda Indonesia. N219 menjadi simbol kemandirian teknologi. Bahkan kita mampu menjadikan teknologi sebagai konektivitas nasional," ungkapnya.