Mengurai 'Benang Kusut' Mahalnya Tiket Pesawat Domestik di Indonesia
Polemik mahalnya tiket pesawat domestik Indonesia masih menjadi topik hangat publik.
Polemik mahalnya tiket pesawat domestik Indonesia masih menjadi topik hangat publik. Direktur Eksekutif Habibie Institute for Public Policy and Governance (HIPPG) Widya Leksmanawati Habibie menyampaikan kerap kali terdengar keluhan masyarakat mengenai tingginya harga tiket pesawat di Indonesia.
Hal inilah yang mendorong HIPPG menyelenggarakan focus group discussion untuk memahami persoalan tingginya harga tiket transportasi Indonesia pada hari Kamis, 12 September 2024.
FGD ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan transportasi udara antara lain Presiden Direktur Lion Air, Head of Indonesia Affairs and Policy Air Asia Indonesia, VP Aviasi Fuel Business Pertamina Patra Niaga, pakar transportasi udara dan para pemangku kepentingan lainnya sehingga diskusi berlangsung dengan hangat.
Dari diskusi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa harga tiket transportasi di udara tidak hanya dipengaruhi oleh harga avtur, yang juga sudah dibebani oleh sejumlah pungutan terhadapnya, tetapi juga oleh faktor lainnya. Sejumlah komponen perpajakan seperti PPN terhadap harga Avtur dan PPN dalam pembelian tiket juga menjadi beban masyarakat pada harga tiket pesawat.
Faktor lain adalah Passanger Service Charge (PSC) yang dipungut oleh pengelola bandara dengan harga yang relatif tingi, terutama jika dibandingkan dengan pungutan yang sama yang dilakukan oleh pengelola bandara di sejumlah negara ASEAN. Tambahan pula bea masuk yang tinggi untuk sparepart pesawat juga berkontribusi pada tingginya harga tiket yang dibebankan kepada konsumen.
Sejumlah peraturan perundangan juga dianggap menjadi penyebab tidak efisiennya pengelolaan penerbangan seperti perhitungan harga tiket yang didasarkan hanya pada jarak terbang dan tidak memasukan perhitungan waktu terbang. Selain itu, sistem navigasi di bandar udara juga memiliki pengaruh terhadap biaya operasional penerbangan.
Sekretaris Jenderal INACA Budi Sutanto pada sesi diskusi menyampaikan bahwa terminologi 'mahal' harus dipahami secara definisi yang sesuai KBBI dan disesuaikan dengan standar yang berlaku. Konteks mahal terjadi ketika suatu barang dijual dengan tarif yang berada di atas tarif batas atas. Sementara struktur harga tiket sangat dipengaruhi berbagai faktor.
Di Indonesia, harga tiket juga dipengaruhi oleh pengenaan beberapa jenis pajak berbeda dengan struktur harga tiket di beberapa negara ASEAN menurut Elli Setyowati, Kasubdit Pembinaan Pengusahaan dan Tarif Angkutan Udara, Kementerian Perhubungan.
Data yang dikemukakan oleh Sekjend INACA menunjukan bahwa berbagai pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah dapat mencapai 30% dari harga tiket yang dibebankan kepada masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan bisnis penerbangan di
Indonesia masih sarat dengan ekonomi biaya tinggi yang ditimbulkan oleh berbagai kebijakan pemerintah sendiri. Pemerintah juga belum memiliki program pembangunan jangka panjang terkait industri penerbangan di Indonesia.
Perlu dirumuskan sebuah rencana jangka panjang dan kebijakan berdasarkan data (evidence based policy) yang didukung oleh Kementerian, Organisasi Industri Penerbangan dan pihak-pihak terkait lainnya untuk menjadikan industri penerbangan sebagai proyek strategis nasional.
Selain itu, diperlukan strategi komunikasi publik yang baik untuk menyampaikan kebijakan mengenai harga tiket transportasi udara di Indonesia agar masyarakat memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai harga tiket pesawat dan tidak terpengaruh oleh opini-opini yang tidak berdasarkan data.
Sebagai tindak lanjut dari FGD ini, HIPPG akan menyampaikan rekomendasi hasil FGD kepada Pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk dapat melakukan review terhadap berbagai kebijakan yang terkait dengan harga tiket transportasi udara di Indonesia untuk membuat transportasi udara menjadi lebih efisien dan harga tiketnya dapat lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia secara lebih luas.