Menikah dini, Sudirman dilarang sekolah ikut ujian nasional
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menyayangkan atas keputusan yang diambil oleh pihak sekolah.
Sudirman (17), seorang siswa kelas XII SMA Negeri 7 Kabupaten Tangerang dilarang mengikuti Ujian Nasional tingkat SLTA yang akan digelar pada 15 April mendatang. Pihak sekolah melarang Sudirman, lantaran dirinya ketahuan telah menikah dengan teman sebayanya.
Tidak terima atas perlakuan sekolah, Sudirman yang mengaku menikah pada bulan Februari lalu ini, akhirnya mengadukan pihak sekolah ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) karena merasa diperlakukan tidak adil.
"Saya sempat ikut UAS dua hari dan bayar SPP selama tiga bulan diterima sekolah. Saya mengaku salah menikah di usia sekarang, tapi kenapa saya dikeluarkan dari sekolah dan tidak boleh ikut ujian?," jelas Sudirman kepada wartawan, di kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (2/4).
Anak bungsu dari tiga bersaudara ini mengatakan, sejak dikeluarkan dari sekolah pada tanggal 6 maret lalu, Orangtua nya pernah mendatangi sekolah untuk meminta keringanan. Tapi sekolah tetap menolak dengan alasan peraturan sekolah uang tidak bisa menerima murid yang sudah menikah.
"Ayah saya datang sekolah maksudnya minta keringanan, biar pun saya sudah keluar paling tidak bisa ikut ujianlah. Misalkan ujiannya di rumah, gak harus di sekolah juga tidak apa-apa," jelasnya.
Lebih lanjut Sudirman mengatakan, selain dirinya, di sekolah yang sama juga terdapat rekannya yang sudah menikah dan memiliki anak, namun tetap dapat bersekolah dan mengikuti ujian.
"Waktu ditanya, guru-guru bilang tidak mengetahui soal itu, padahal terbukti dia sudah menikah. Saudaranya ada yang jadi guru di sekolah itu, jadi tidak mungkin tidak tahu," katanya.
Menanggapi hal itu Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menyayangkan atas keputusan yang diambil oleh pihak sekolah. Arist menyatakan, pihak sekolah dengan alasan apapun tidak berhak untuk melarang siswa mengikuti ujian.
"Sesuai konstitusi Ujian Nasional adalah hak siswa. Karenanya pihak manapun tidak boleh melarang siswa mengikuti UN. Negara yang menjadi penyelenggara UN itu bukan sekolah," tegasnya.
Arist menambahkan pendidikan sekolah itu adalah hak setiap anak di Indonesia. Untuk itu, dia menolak apapun alasannya, bahwa sekolah tidak bisa memberikan izin siswa untuk mengikuti ujian akibat dari perilakunya.
"Ujian Negara adalah merupakan amanah UU No 20 tahun 2003 yang diberikan oleh negara bukan oleh sekolah," tandasnya.