Menkes Targetkan Aturan Turunan UU Kesehatan Selesai September
Saat ini, aturan turunan dari UU Kesehatan masih digodok.
Menkes Targetkan Aturan Turunan UU Kesehatan Selesai September
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Kesehatan selesai pada September 2023. UU Kesehatan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (11/7).
“Diharapkan September selesai,” kata Budi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (18/7).
Sebelumnya, Budi mengatakan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum akan melakukan inisiatif pada aturan-aturan yang tidak terakomodasi dalam UU Kesehatan. Sebab, menurutnya, aturan yang dibuat oleh pemerintah mempunyai tingkatan yang berbeda-beda sesuai peruntukkan. Tingkatan untuk merealisasikan tiap pasal dalam UU itu bisa berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan menteri dari kementerian terkait.
- Danau Cinere Mengering akibat Kemarau Panjang, Begini Kondisinya
- BEM UI Gagal Gelar Adu Gagasan 3 Bacapres di September 2023, Ini Penjelasan Melki Sedek Huang
- Kondisi Terkini Kebakaran Hutan Taman Nasional Baluran, Tutup untuk Wisatawan hingga Akhir September
- 24 September 2023 Peringatan Hari Sungai Sedunia, Ketahui Sejarah dan Tema Tahun Ini
Peraturan yang dituangkan ke dalam UU, lanjutnya, juga harus berisi aturan-aturan yang mengatur beberapa kementerian/lembaga atau menyangkut kepentingan bersama. Tata kelola dari penyusunan regulasi itu harus disosialisasikan secara masif kepada masyarakat.
“Sama kalau misalnya itu hanya satu sektor kesehatan, tidak perlu ditaruh di peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah itu kan berisi peraturan-peraturan yang mengatur beberapa kementerian/lembaga,” jelas Budi.
Dia juga menekankan tidak semua aturan yang membahas sebuah masalah, harus masuk ke dalam sebuah undang-undang. Terlebih bila pembahasannya berkaitan dengan kondisi yang sangat dinamis.
“Kita juga melihat tidak usah semua masuk ke dalam undang-undang. Sesuatu yang sangat principal itu masuk UU, tapi kan UU itu bisa berlaku 5 sampai 10 tahun, jadi kalau kita taruh (aturan soal) sesuatu yang bisa berubah, misalnya karena teknologi, perkembangan zaman, kita masukan ke UU ya tidak pas,” ujarnya.
Pengesahan UU Kesehatan menuai polemik. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama empat organisasi profesi menempuh langkah hukum berupa pengajuan judicial review atas UU Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Empat organisasi profesi itu yakni Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). "Kami dari IDI bersama dengan empat organisasi profesi akan menyiapkan upaya hukum sebagai bagian tugas kami sebagai masyarakat yang taat hukum untuk mengajukan judicial review," kata Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi, Rabu (12/7). Adib menilai UU Kesehatan cacat secara prosedur. Sebab UU tersebut disusun secara terburu-buru dan tidak transparan tanpa memperhatikan aspirasi dari semua kelompok, termasuk profesi kesehatan.Selain itu, kata Adib, masih banyak substansi di dalam UU Kesehatan yang belum memenuhi kepentingan kesehatan rakyat Indonesia. IDI juga menyorot pencabutan sembilan undang-undang lama yang diselesaikan dalam UU Kesehatan Omnibus Law dalam waktu enam bulan. "Kami melihat ketergesa-gesaan ini menjadi sebuah cerminan bahwa regulasi ini dipercepat. Apakah kemudian ada konsekuensi karena kepentingan-kepentingan yang lain? Kami dari kelompok profesi tidak paham dengan hal seperti itu," katanya.
Adib menyinggung tentang hilangnya mandatory spending atau anggaran wajib di dalam UU Kesehatan sebagai komitmen negara di tataran pemerintah pusat maupun daerah.
"Itu berarti, rakyat secara kuantitas tidak mendapatkan kepastian hukum dalam aspek pembiayaan kesehatan," ujar Adib, dilansir dari Antara.
Adib mengatakan keputusan itu membawa konsekuensi privatisasi sektor kesehatan yang komersial melalui sumber dana pinjaman dari luar negeri.
"Bukan tidak mungkin, melalui pinjaman privatisasi sektor kesehatan, komersialisasi, dan bisnis kesehatan, yang ini sekali lagi akan membawa sebuah konsekuensi tentang ketahanan kesehatan Bangsa Indonesia," katanya.