Menko Puan Maharani gembira tari tradisional Bali diakui UNESCO
"Semoga momentum ini dapat menjadi pendorong semangat kita untuk lebih membawa harum nama bangsa Indonesia."
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani mengaku gembira setelah tiga golongan tari tradisi Bali ditetapkan masuk Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia.
"Kita bergembira mendengar kabar bahwa pada tanggal 2 Desember 2015, pukul 20.35 WIB malam, Tiga Golongan Tari Tradisi Bali ditetapkan masuk Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia," kata Menko PMK Puan Maharani di Jakarta, Kamis (3/12).
Menko Puan menjelaskan keputusan ini diambil oleh 24 Negara Anggota Komite Antar-Pemerintah untuk Pelindungan Warisan Budaya Tak Benda UNESCO (Intergovernmental Committee for Safeguarding the Intangible Cultural Heritage UNESCO) dalam Sidangnya yang ke-10 di Windhoek, Nambia, kemarin.
"Ini menambah lagi unsur budaya bangsa Indonesia yang diakui lembaga PBB yang membidangi kebudayaan tersebut, menyusul Wayang (2003/2008), Keris (2005/2008), Batik (2009), Diklat Warisan Budaya untuk Siswa dalam Kerja Sama dengan Museum Batik Pekalongan (2009), Angklung (2010), Saman (2011), dan Tas Noken Kerajinan Rakyat Papua (2012)," ujar Puan.
"Budaya tradisi seperti Tari Tradisi Bali yang sarat akan nilai moral dan keagamaan dapat dimanfaatkan sebagai media untuk melaksanakan program revolusi mental yang telah dicanangkan kembali oleh Bapak Presiden Joko Widodo, yang dilaksanakan dibawah koordinasi Menko PMK," ucap Puan.
Menko Puan menghargai sukses nominasi ini sebagai salah satu prestasi bangsa Indonesia.
"Semoga momentum ini dapat menjadi pendorong semangat kita untuk lebih membawa harum nama bangsa Indonesia di kancah internasional. Saya mengharapkan agar penetapan Tari Tradisi Bali ini mendorong semangat kita untuk lebih mencintai dan melestarikan seluruh budaya tradisi kita," tambah Menko Puan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, yang bertugas melestarikan warisan budaya Indonesia, turut menyambut dengan bangga pengakuan UNESCO atas warisan budaya Indonesia ini.
Salah satu aspek nominasi Tari Tradisi Bali yang dihargai Komite UNESCO adalah upaya masyarakat Bali untuk meneruskan tradisi ini kepada generasi penerus melalui pendidikan informal, non-formal dan formal. Mengikutsertakan kebudayaan tradisi yang kaya akan nilai moral dalam pendidikan sebagai muatan lokal dan ekstrakurikuler merupakan contoh yang patut diteladani karena dapat turut membangun mental siswa dan apresiasi mereka terhadap identitas dan budaya bangsa, sekaligus dapat meningkatkan prestasi pembelajaran mereka.
Nominasi ini telah digarap dengan integritas, etos kerja dan gotong royong di bawah koordinasi Dewan Pelaksana Komite Koordinasi Warisan Dunia Indonesia, Kemenko PMK. Harry Waluyo telah memimpin tim peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembanan Kebudayaan, termasuk pakar budaya Bapak Gaura Mancacaritadipura, yang menyusun berkas nominasi Tari Tradisi Bali pada tahun 2010-2011.
Penelitian waktu itu difasilitasi antara lain oleh Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, dan Prof. Wayan Rai, Rektor ISI Denpasar waktu itu. Prof. Dr. Wayan Dibia, yang juga mantan Ketua STSI Denpasar, dan Prof. Made Bandem, mantan Ketua STSI Denpasar, menerangkan bahwa penelitian dirancang dengan memilih 9 jenis tari Bali dari jenis Wali (sakral), Bebali (semi-sakral) dan Balih-balihan (tari hiburan) yang ditemukan di 8 kabupaten dan satu Kota di Bali, untuk mewakili semua tarian Bali. Penelitian dilakukan selama hampir satu tahun dan melibatkan penari, komunitas tari Bali, Pemda, pakar, guru, tokoh adat dan tokoh agama, seniman dan budayawan secara luas.
Prof. Wayan Rai menguraikan bahwa sembilan jenis tari Bali yang diangkat dalam berkas adalah: Rejang Dewa (Klungkung), Sang Hyang Dedari (Karang Asem), Baris Upacara (Bangli), Gambuh (Gianyar), Wayang Wong (Buleleng), Topeng Sidakarya/Topeng Pajegan, (Tabanan), Legong Kraton (Denpasar), Joged Bumbung (Jembrana), dan Barong Ket Kuntisraya (Badung).
Pemimpin Delegari Indonesia ke Sidang UNESCO, Dubes KWRI UNESCO Paris Fauzi Soelaiman, menyambut dan mensyukuri penetapan UNESCO dengan sambutan usai penetapan di ruang Sidang di Nambia. Ini mengundang tepuk tangan yang hangat dari seluruh peserta sidang. Penari dan penggemar tari Bali di seluruh Indonesia, bahkan di mancanegara, turut gembira dengan penetapan UNESCO atas salah satu ikon budaya bangsa Indonesia.
Baca juga:
UNESCO akui 9 tarian tradisional Bali sebagai warisan budaya
Gelar Sekaten, Keraton Surakarta jamas gamelan
Makepung Lampit, karapan kerbau basah-basahan ala Jembrana
Menengok lestarinya kawasan Kota Tua di Penang Malaysia
Indonesia incar wisatawan baru asal Thailand
-
Kapan pantun ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO? Pada 17 Desember 2020, pantun telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO.
-
Apa yang menjadi harapan Puan Maharani mengenai praktik demokrasi di Indonesia? Puan berharap praktik demokrasi di Tanah Air akan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
-
Kapan pantun ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda? Pada 17 Desember 2020, pantun bahkan telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
-
Apa yang membuat Puan Maharani merasa betah di Sulawesi Utara? Ia mengatakan, kecintaanya terhadap Sulawesi Utara bukan hanya karena alam yang indah, berbagai makanan yang enak, seni dan budaya yang sangat Indonesia, toleransi yang sangat hebat. Puan pun merasa jika ke Sulut, merasa disambut sebagai keluarga. "Orang-orang Sulawesi Utara itu ramah-ramah, senyum terus, senangnya makan-makan, nyanyi-nayi, jadi pariwisatanya hidup," tuntasnya.
-
Kenapa Museum Batik Pekalongan mendapat penghargaan dari UNESCO? Untuk pelestarian budaya batik, UNESCO secara khusus memberi sertifikat kepada Museum Batik Pekalongan dengan predikat Best Safeguarding Practices, yaitu sebagai institusi pelestari budaya batik dengan memberikan pelatihan membatik kepada masyarakat khususnya kalangan pelajar.
-
Mengapa Puan Maharani menekankan pentingnya parlemen Indonesia-Afrika memetakan kerja sama ke depan? Puan pun menekankan pentingnya parlemen Indonesia-Afrika memetakan kerja sama ke depan untuk bidang-bidang yang menjadi kepentingan bersama. Apalagi Afrika telah memiliki Agenda 2063: The Africa we Want.