Menkum HAM diminta serius cari jalan keluar konflik internal parpol
Bila konflik berkepanjangan dikhawatirkan berimbas menghambat agenda pemerintahan lainnya.
Konflik Internal di tubuh Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan dinilai bakal memperlihatkan wajah buruk demokrasi Indonesia terhadap dunia luar. Menurut Presidium Bidang Riset Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI), Harli Muin, kisruh dua parpol itu bukan hanya berdampak pada demokrasi Indonesia ke depan, melainkan bakal mengganggu kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Rakyat yang kembali dirugikan. Pembahasan UU hingga RAPBN bisa terpengaruh," kata Harli dalam diskusi 'Di Balik Politik Belah Partai' di Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (12/4).
Menurut Harli, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai lembaga menjalankan regulasi dituntut bisa menempatkan diri sebagai wasit yang baik buat membantu menyelesaikan, dan mencegah konflik tak berlarut-larut. Dua konflik parpol tersebut bakal memperkeruh perpolitikan tanah air.
"Pemerintah perlu memperbaiki regulasi parpol, sehingga tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan. Di luar itu, pemerintah juga mesti memperbaiki tata kelola parpol dengan cara mendorong parpol akuntabel dan transparan," ujar Harli.
Konflik internal Golkar dan PPP hingga kini belum tuntas. Konflik itu malah berlanjut dengan memperebutkan ruang fraksi di DPR.
Setelah Golkar kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie berebut tempat di Senayan beberapa waktu lalu. Teranyar ada baku hantam antara Wakil Ketua Komisi VII DPR, Mulyadi, dengan anggota Komisi VII DPR fraksi PPP, Mustofa Assegaf. Keduanya sama-sama politikus PPP.