Menlu: 229 WNI terancam hukuman mati
"229 WNI yang terancam hukuman mati. Paling banyak ada di Malaysia, kedua di Saudi, kasusnya narkoba dan pembunuhan,".
Presiden Joko Widodo melakukan rapat terbatas dengan sejumlah menteri-menteri. Salah satu agenda penting yang dibahas adalah mengenai hukuman mati warga negara Indonesia yang berada di luar negeri.
"Untuk itu silakan Pak Menaker atau Bu Menlu untuk menyampaikan," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/2).
Dalam rapat tersebut, Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P Marsudi memaparkan data yang masuk ke Kementerian Luar Negeri. Retno mengatakan, sebanyak 2,7 juta warga negara Indonesia (WNI) bekerja di luar negeri. Realitanya, lanjut Retno, jumlah WNI yang bekerja di luar negeri jauh lebih besar dari data tersebut, yaitu WNI di LN jumlahnya mencapai 4,3 juta.
"Sekarang kita lihat, 4,3 juta ini sebagian besar itu adalah apa, dari data yang masuk, lebih dari 90 persen adalah pekerja domestik, dan sebagian besar lagi adalah perempuan," ujar Retno.
Dari data tersebut lanjut Retno, Kemenlu melakukan berbagai analisa persoalan yang dihadapi para pekerja Indonesia di luar negeri, termasuk persoalan hukuman mati. "Kita lihat kembali dari data-data itu, permasalahan-permasalahan yang dihadapi apa, termasuk di antaranya adalah permasalahan yang terkait masalah ancaman hukuman mati bagi WNI," imbuhnya.
Kemenlu, lanjut Retno, mendapati WNI yang mendapat vonis mati jumlahnya sangat banyak. Malaysia dan Arab Saudi merupakan negara terbanyak memberikan vonis mati kepada pekerja asal Indonesia.
"Dari angka yang ada, ada 229 WNI yang terancam hukuman mati. Paling banyak ada di Malaysia, kedua di Saudi, kasusnya narkoba dan pembunuhan," jelasnya.
Dalam rapat tadi, Retno mengatakan, Presiden Jokowi meminta agar pemerintah hadir dan berkomitmen melakukan pendampingan atau pembelaan, khususnya bagi WNI yang terancam hukuman mati.
"Nah selama rapat tadi, presiden memberikan arahan kita harus berkomitmen, bahwa kehadiran negara adalah harus hadir dalam setiap kasus, dalam cara memberikan perlindungan kekonsuleran dan perlindungan hukum termasuk pada WNI yang mengalami kasus hukum di Luar negeri," terang Retno.
Kehadiran negara yang dimaksud Presiden JOkowi, menurut Retno, dalam bentuk bantuan pembelaan melalui pengacara dari Kedutaan Besar Indonesia atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di negara-negara tersebut.
"Kemudian juga dengan kunjungan-kunjungan ke penjara, menghadirkan keluarga untuk bertemu dengan WNI tersebut, upaya diplomasi, melibatkan tokoh setempat untuk berkomunikasi misalnya dengan dewan pemaafan," tandasnya.