Menristek Akui Teknologi RI Garap Vaksin Merah Putih Ketinggalan dari Negara Lain
Selain tantangan terkait budaya riset vaksin yang masih ketinggalan, Bambang mengatakan adanya juga problem minimnya invetasi dari pihak swasta terhadap pengembangan dari pengelolaan vaksin yang telah di datangkan Indonesia juga masih rendah dan terbatas pada Bio Farma.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menjelaskan alasan lamanya proses pengembangan produksi vaksin Merah Putih yang dilakukan di Indonesia. Karena mulai dari proses hulu sampai dengan hilir proses pengembangan vaksin yang sudah ketinggalan dibandingkan negara-negara lain.
"Jadi harus kita akui jujur yang membuat kita ketinggalan pengembangan vaksin apapun dalam hal ini vaksin Covid. Karena memang teknologi vaksin kita dari hulu R&D (Research and Development) atau hilirnya Bio Farma, itu memang ketinggalan," kata Bambang ketika rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2).
-
Siapa yang dilibatkan dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam disertasi Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung? Analisis ini menawarkan wawasan berharga tentang pentingnya kerjasama antar-sektor dan koordinasi yang efektif antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam menghadapi krisis kesehatan.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Siapa yang memimpin aksi demo petani Kendeng saat pandemi COVID-19? Aksi demo petani Kendeng kembali dilakukan saat pandemi COVID-19. Kala itu mereka menolak aktivitas penambangan yang dianggap berpotensi merusak lingkungan.
Dia menjelaskan, jika proses vaksin apapun untuk imunisasi yang dilakukan oleh Bio Farma selama ini tetap memanfaatkan R&D atau penyedia bahan dasarnya dari luar negeri.
"Jujur vaksin untuk imunisasi itu dilakukan Bio Farma, tapi R&D nya dilakukan di luar. Bio Farma melakukan Skill up dari build kemudian finish. Tapi R&D nya tidak ada. Saya barusan tanya ke Prof Amin pernah enggak kita mengembangkan riset mengenai bibit vaksin, ada yang pernah jalan, tapi belum ada yang sampai ke pabrikan Bio Farma," jelasnya.
Oleh sebab itu, Bambang membeberkan bila selama ini tradisi riset vaksin di Indoensia masih jauh ketinggalan. Karena vaksin yang selama ini dikembangkan di Indonesia seperti penyakit Demam Berdarah, Hepatitis B, atau Malaria yang dimana merupakan penyakit tropis belum sampai ke ranah industri.
"Kita fokus dulu penyakit menular yang tropis, dan masih itu belum sampai ke manufacturing. Nah terus secara mendadak kita buat Vaksin Covid. Kalau boleh jujur kita memulainya dari nol dengan kemampuan terbatas," jelasnya.
"Maka dari itu saya membukanya dari nol dengan kemampuan yang terbatas. Saya undang siapapun yang bisa yang ingin mengembangkan vaksin khusunya dengan platform yang berbeda-berda karena ada beberapa platform yang lebih cepat," tambahnya.
Tantangan Lain Pengembangan Vaksin
Selain tantangan terkait budaya riset vaksin yang masih ketinggalan, Bambang mengatakan adanya juga problem minimnya invetasi dari pihak swasta terhadap pengembangan dari pengelolaan vaksin yang telah di datangkan Indonesia juga masih rendah dan terbatas pada Bio Farma.
"Kapasitas Bio Farma yang sekarang full untuk vaksin-vaksin yang didatangkan dari luar dengan target 250 juta di tahun ini, seharusnya bisa dilongarkan dengan kehadiran pabrik swasta lain. Jadi terus terang pihak pabrik swasta hanya mau inves terlibat dengan dua kondisi satu Bio Farma jadi mentornya, karena mereka belum berpengalaman untuk vaksin manusia. Karena sebagian dari vaksin hewan, dan sebagian perusahaan lagi vaksin biasa. Maka mereka butuh Bio Farma sebagai mentornya lah," jelasnya.
Oleh karena itu, kata Bambang, muncul kekhawatiran dari pihak swasta atau yang siap menaruh modalnya terkait pasar pembeli dari vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan di Indonesia.
"Kedua, pertanyaannya basic lagi, salah satu Dirut dari swasta nanya ke saya, bapak yakin engga kalau kita ikut Vaksin Merah Putih bakal dibeli Kemenkes itu ada pertanyaan ada keraguan seperti itu. Saya jawab waktu itu pokoknya pak Presiden mengatakan kalau vaksin merah putih siap itu dia satu-satunya vaksin dan tidak ada lagi yang impor," bebernya.
"Terus terang investasi di vaksin itu mahal dan beresiko, jadi memang dibutuhkan investasi berskala besar dan kepastian siapa yang beli vaksin tersebut," tambahnya.
Perkembangan Vaksin Merah Putih
Sebelumnya pada rapat yang sama, Bambang mengatakan perkembangan Vaksin Merah Putih saat ini terdata sebanyak enam institusi yang telah ikut terlibat dalam pengembangan vaksin merah putih.
"Vaksin merah putih di mana saat ini ada enam institusi yang mengembangkan vaksin merah putih. Dengan kalau kita sebut enam platform ada Eijkman dengan protein rekombinan, Lipi juga sama protein rekombinan namun caranya berbeda UI dengan DNA MrNa, kemudian Erlangga dengan adenovirus, kemudian ITB dengan adenovirus protein rekombinan, dan UGM dengan protein rekombinan," paparnya.
Menurutnya, seiring berjalannya waktu banyak platform yang dipakai untuk perkembangan vaksin merah putih saag ini, seperti MrNa yang sebagaimana dikembangkan oleh vaksin Moderna dan vaksin Pfizer.
"Sementara definisi vaksin merah putih tentunya adalah pengembangan vaksin yang berbasis virus yang bersirkulasi di Indonesia dan dilakukan oleh para peneliti Indonesia dan nantinya diproduksi oleh pabrik di Indonesia," jelasnya.
Oleh karena itu atas perkembangan riset vaksin yang ada, kata Bambang, maka pemerintah mengajak beberapa institusi lain untuk ikut dalam pengembangan vaksin yang sedang diuji, tidak hanya PT Bio Farma.
"Dalam riset pengembangan vaksin itu sendiri dan untuk hilirisasi dari bibit vaksin yang dihasilkan oleh masing-masing tim peneliti tentunya kita tidak bisa bergantung hanya kepada PT Bio Farma. Karena Bio Farma sampai hari ini baru bisa menangani untuk vaksin dari rekombinan dan adenovirus virus," katanya.
"Padahal, misalkan Univ Airlangga mengerjakan adinovairus atau UI dengan DNA MrNa maka mereka akan kesulitan mencari partner apabila Bio Farma baru bisa dengan dua platform (rekombinan dan Adenovirus)," jelasnya.
Atas hal itu, Bambang menyebutkan bila beberapa perusahaan swasta yang telah diajak kerjasama diantaranya Biotis, PT Tempo Scan Pasicific, Kalbe Farma dan PT Daewong Infinion yang telah siap untuk bekerjasama mengembangkan vaksin merah putih.
"Kita harapkan nantinya pabrik-pabrik tersebut selain bisa meningkatkan kapasitas produksi vaksin juga bisa menambah variasi plafon gunakan dalam perkembangannya," jelasnya.
Dengan beragam persiapan tersebut, Bambang menjelaskan jika target berdasarkan pengembangan vaksin merah putih yang dilakukan oleh enam institusi kemungkinan akan baru mendapatkan izin di Tahun 2022.
"Progres pengembangannya ya. Dimana memang kebanyakan dari vaksin Merah putih kemungkinan baru bisa digunakan atau mendapatkan izin di Tahun 2022 ya. Yang kita upayakan tentunya percepatan," jelasnya.
Baca juga:
Dinkes DIY Targetkan Vaksinasi Covid-19 Tenaga Kesehatan Rampung Akhir Februari
Kemenkes Sasar Pedagang Pasar Kelompok Pertama Disuntik Vaksin Covid-19 Tahap Kedua
Menristek Jelaskan Progres Vaksin Merah Putih di DPR
Wali Kota Pematangsiantar Gagal Divaksin Covid-19 Tahap Pertama, Ini Penyebabnya
Pemerintah Jokowi Bakal Keluarkan Aturan Vaksinasi Covid-19 Secara Gotong Royong
78.260 Nakes di DKI Telah Disuntik Vaksin Covid-19
Pelaksanaan Massal dan Serentak Percepat Target Vaksinasi Covid-19 untuk Nakes