Menteri desa tak ingin pengembangan transmigrasi mati suri
Hal tersebut bisa diatasi jika program itu 'dikeroyok' oleh berbagai lembaga dan kementerian.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Sandjojo mengakui dipotongnya anggaran kementerian hingga Rp 2 triliun berpengaruh pada pelaksanaan program di bidang transmigrasi. Menurutnya, hal tersebut bisa diatasi jika program itu 'dikeroyok' oleh berbagai lembaga dan kementerian.
"Komunikasi kita dengan kementerian lain sangat bagus. Maka untuk pengembangan transmigrasi karena anggaran kita banyak dipotong, kita bisa sinergikan dengan kementerian lain," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (15/9).
Eko mencontohkan, sebagian besar aktivitas ekonomi di kawasan transmigrasi bergerak di bidang pertanian. Untuk dapat mengembangkan satu komoditi tertentu, maka dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Kementerian Pertanian.
"Kalau kita butuh pengembangan infrastruktur di kawasan transmigrasi, kita bisa ajak Kementerian Pekerjaan Umum," katanya.
Selain itu lanjutnya, kawasan transmigrasi yang telah terbentuk menjadi desa juga harus mencoba mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kemudian juga fokus memproduksi dan mengembangkan satu produk unggulan.
"Banyak desa sukses di Indonesia karena memiliki karakter yang sama, yakni punya produk unggulan. Ditambah lagi desa lebih sukses, desa tersebut terintegrasi dari hulu ke hilir," tuturnya.
Eko menjelaskan, transmigrasi adalah salah satu program yang mendukung nawacita membangun Indonesia dari pinggiran. Menurutnya, program transmigrasi telah banyak meraih kesuksesan dengan melahirkan daerah-daerah maju.
"Sejauh ini transmigrasi sudah berhasil melahirkan dua ibukota provinsi yakni Mamuju dan Kota Tanjung Selor. Kemudian, juga telah berhasil membentuk 104 ibukota kabupaten dan ribuan desa baru. Banyak juga anak-anak transmigran yang terbukti sukses," tandasnya.