Menteri Nasir wajibkan pendidikan vokasi kerja sama dengan industri
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) mendorong bertambahnya pendidikan terapan atau vokasi. Salah satu langkah ditempuh, yakni dengan mempermudah berbagai syarat pendiriannya.
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) mendorong bertambahnya pendidikan terapan atau vokasi. Salah satu langkah ditempuh, yakni dengan mempermudah berbagai syarat pendiriannya.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir mengungkapkan, syarat pendirian vokasi tidak seperti dulu lagi. Lewat kemudahan syarat diharapkan menjadi stimulasi berdirinya lebih banyak lagi pendidikan vokasi.
"Dulu kalau mendirikan vokasi syarat dosennya harus enam, sekarang tidak. Sekarang minimal tiga, hanya saja tiga dari akademisi dan tiga dari Industri," kata Muhammad Nasir mencontohkan di Universitas Negeri Malang, Senin (5/12).
Tetapi, kata Nasir, pihaknya mewajibkan setiap vokasi harus menjalin kerja sama dengan dunia industri. Lewat kerja sama dengan dunia industri, diharapkan sumber daya dihasilkan bisa langsung terserap dengan baik.
"Kerja sama dengan industri menjadi sangat penting sekarang. Yang dulunya kerja sama dengan industri tidak dipertimbangkan, sekarang saya tidak mau lagi. Pendidikan vokasi harus bersama industri, atau pengguna dalam hal ini," katanya.
Nasir berharap pendidikan vokasi akan berkembang di kabupaten dan kota seluruh Indonesia. Namun disayangkan, pemerintah daerah masih belum bisa ikut berkontribusi pembiayaan, karena terhalang aturan.
"Masih terhalang oleh Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang itulah yang menyebabkan daerah tidak bisa membiayai. Nanti ke depan diharapkan bisa membiayai," ungkapnya.
Nantinya saat ketentuan SMK/SMA dibiayai oleh Provinsi, pihaknya akan mencoba mengaitkan dengan pendidikan vokasi, termasuk penyediaan guru profesionalnya. Begitupun keberadaan fakultas vokasi di perguruan tinggi, nantinya juga akan dikaitkan.
"Hanta saja akan kami lakukan split off atau spin off, artinya terpisah dari perguruan tinggi. Walau nanti di bawah kendali Universitas itu sendiri, tapi sudah harus terpisah pengelolaannya, supaya lebih mudah kontrolnya," ungkapnya.