Mereka minta Alumni 212 tak gelar aksi tolak Perppu pembubaran ormas
Jokowi menekankan, bagi sejumlah pihak yang menolak Perpu ormas untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Sementara, Kepala Negara mengingatkan Perppu tersebut harus terlebih dahulu disetujui oleh DPR.
Pemerintah memutuskan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat. Dalam aturan tersebut, pemerintah dapat membubarkan ormas tanpa harus melalui pengadilan.
Ternyata aturan tersebut membuat Presidium Alumni 212 gerah. Mereka memutuskan untuk melakukan aksi dan melayangkan gugatan terhadap Perppu tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) usai melaksanakan Salat Jumat hari ini.
Ternyata tidak semua pihak mendukung aksi bertajuk 'Jihad Konstitusional Aksi 287, Cabut Perppu Pembubaran Ormas' itu yang rencananya akan diikuti 25 ormas.
Salah pihak yang meminta aksi tersebut tidak dilakukan adalah Presiden Joko Widodo. Dia mengatakan, apabila ada yang menolak Perppu seharusnya disampaikan atau dibawa ke jalur hukum.
"Kalau ada yang tidak setuju ya silakan jalur hukum, mekanisme hukum yang ada. Kan negara ini juga negara hukum, saya kira dipersilakan," katanya usai meresmikan pembukaan Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2017 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (27/7).
Jokowi menekankan, bagi sejumlah pihak yang menolak Perpu ormas untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Sementara, Kepala Negara mengingatkan Perppu tersebut harus terlebih dahulu disetujui oleh DPR.
"Kan juga Perppu ini masih dibahas di DPR. Ini juga proses demokrasi," ujarnya.
Pernyataan serupa juga disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin. Dia mengimbau demonstrasi tersebut tak dilakukan.
"Kalau kami dari MUI sih tidak perlu ada demo. Kita serahkan saja dalam proses yang wajar saja sesuai dengan Undang-Undang. Kan ada aturan, tidak perlu ada demo," katanya.
Kiai Ma'ruf berharap agar umat tak perlu mengikuti ajakan Presidium Alumni 212. Alasannya, kata dia, pemerintah memiliki hak dalam menerbitkan Perppu.
Dia mengatakan, MUI mendukung ormas anti-Pancasila untuk dibubarkan. Namun, untuk pembubaran, MUI menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah.
"Kalau MUI bahwa masalah anti-Pancasila memang harus dibubarkan. Tetapi mekanisme pembubaran itu kita serahkan kepada pemerintah," jelasnya.
Bahkan, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengimbau semua pihak untuk tidak menggelar demonstrasi menolak Perppu pembubaran ormas. Sebab, Perppu Ormas adalah produk hukum yang sah.
"Enggak usah terlalu diributkan terus. Itu kan produk hukum yang sah, tinggal dilaksanakan. Bagi yang dirugikan sudah tersedia upaya hukum. Sudah bagus Pak Yusril ajukan JR ke MK," tegasnya.
Jimly menyarankan, pihak yang menolak Perppu lebih baik menempuh jalur hukum seperti yang dilakukan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. Menurutnya, gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan jalan yang lebih beradab ketimbang menentang lewat demonstrasi.
"Mekanisme hukum yang disediakan negara, itu mekanisme yang disediakan secara resmi, jadi bisa dilawan, enggak usah demo. Saya harap ga usah demo. Berdebatlah secara argumentatif di MK itu tempat nmembatalkan secara beradab," terangnya.
Sebelumnya, Kuasa hukum Presidium Alumni 212 Kapitra Ampera mengatakan, akan ada sekitar 25 ormas yang akan bergabung dalam aksi ini. Nantinya mereka akan mengikuti langkah Hizbut Tahrir Indonesia menggugat Perppu pembubaran ormas.
"Jumat itu kita memasukkan satu simbol untuk gugatan baru soal perppu ini. Ada ormas lain akan ikut kita akan mewakili memasukkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Itulah gunanya aksi ini," katanya di Masjid Al-Ittihaad, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (26/7).
Dia mengungkapkan, ada dua alasan mengapa mereka memutuskan mengajukan gugatan ke MK terkait Perppu tersebut. Pertama adalah tidak adanya lembaga yudikatif yang melakukan penilai suatu ormas melakukan pelanggaran atau tidak.
"Kan gak mungkin negara yang menilai, padahal mereka yang kasih izin terus mereka juga yang cabut, terlalu subjektif," jelasnya.
Kemudian alasan kedua adalah adanya pasal yang mengatur setiap anggota ormas dapat terkena hukuman pidana. Menurut Kapitra, seharusnya pasal tersebut tidak menyudutkan anggota ormas.
Semua ormas bisa dipidana. Kalau misalnya NU melanggar 80 juta mau dipidana? Atau Muhammadiyah 40 juta," tegasnya.
Dia mengklaim dalam aksi bertajuk 'Jihad Konstitusional Aksi 287, Cabut Perppu Pembubaran Ormas' akan diikuti sekira 25 ormas. Di mana aksi tersebut dilakukan usai Salat Jumat di Masjid Istiqlal menuju Mahkamah Konstitusi.