Miryam cabut BAP, saksi ahli JPU KPK sebut masuk kategori keterangan palsu
Keterangannya soal adanya tekanan dianggap berbohong oleh jaksa penuntut umum KPK. Pasalnya setelah dilakukan konfrontir serta pemutaran rekaman video pemeriksaan Miryam, tidak ada indikasi tekanan yang dimaksud mantan anggota Komisi II DPR itu.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan ahli hukum pidana, Noor Aziz Said dalam sidang perkara pemberian keterangan palsu dalam sidang korupsi proyek e-KTP, dengan terdakwa Miryam S Haryani.
Dalam persidangan, Noor berpendapat pencabutan keterangan Miryam dalam berita acara pemeriksaan (BAP) secara kualitasnya masuk dalam memberikan keterangan palsu terkait tindak pidana korupsi.
"Memberikan keterangan tidak benar berkaitan dengan pemeriksaan tindak pidana korupsi dari segi kualitasnya," katanya di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (11/9).
Dia menjelaskan, pasal tentang memberikan keterangan palsu umumnya terjadi dalam tindak pidana umum. Hanya saja, Noor mengungkapkan, mengenai keterangan politisi Hanura itu berkaitan dengan kasus korupsi mega proyek e-KTP.
Oleh sebab itu, dia menganggap Pasal 22 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi tepat diterapkan oleh jaksa penuntut umum KPK terhadap Miryam, mantan anggota komisi II DPR.
"Jadi saksi berpendapat ini masuk ke tindak pidana korupsi?" tanya Ketua Majelis Hakim Frangki Tambuwun kepada Noor.
"Iya," tandasnya singkat.
"Alasannya?" Cecar hakim lagi.
"Pasal 22 pada rumusannya perbuatan bukan tindakan pada terjadinya akibat sebagaimana pasal 338 KUHP," jelasnya.
Seperti diketahui, Miryam berstatus tersangka setelah dirinya mencabut BAP saat menjadi saksi untuk terdakwa korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto. Dia mengaku ditekan selama proses penyidikan.
Keterangannya soal adanya tekanan dianggap berbohong oleh jaksa penuntut umum KPK. Pasalnya setelah dilakukan konfrontir serta pemutaran rekaman video pemeriksaan Miryam, tidak ada indikasi tekanan yang dimaksud mantan anggota Komisi II DPR itu.
Kamis, 5 April, KPK akhirnya menetapkan Miryam sebagai tersangka atas dugaan memberikan keterangan palsu. Ia dijerat Pasal 22 Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Saat ini mantan anggota Komisi V DPR itu telah berstatus terdakwa.