'Semakin kuat dugaan lobi politik Arief Hidayat'
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan hak angket yang digulirkan Dewan Perwakilan (Rakyat) sah secara hukum. Mahkamah mengeluarkan putusan itu terkait uji materi Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan hak angket yang digulirkan Dewan Perwakilan (Rakyat) sah secara hukum. Mahkamah mengeluarkan putusan itu terkait uji materi Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).
Mahkamah berpendapat meskipun tergolong lembaga penunjang dan bersifat independen, KPK masih termasuk lembaga eksekutif karena melaksanakan tugas dan wewenang sebagai lembaga eksekutif. Dengan begitu DPR mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban kepada KPK.
-
Siapa yang melaporkan Dewan Pengawas KPK ke Mabes Polri? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara perihal Nurul Ghufron yang melaporkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK ke Bareskrim Mabes Polri dengan dugaan pencemaran nama baik.
-
Kapan DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU? DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
-
Siapa yang ditahan oleh KPK? Eks Hakim Agung Gazalba Saleh resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (30/11/2023).
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kapan Ma'ruf Amin datang ke kantor DPP PKB? Berdasarkan pantauan merdeka.com, Ma'ruf datang sekira 15.46 WIB.
-
Apa yang ditemukan oleh KPK di kantor PT Hutama Karya? Penyidik, kata Ali, mendapatkan sejumlah dokumen terkait pengadaan yang diduga berhubungan dengan korupsi PT HK. "Temuan dokumen tersebut diantaranya berisi item-item pengadaan yang didug dilakukan secara melawan hukum," kata Ali.
Putusan dibacakan Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Empat hakim konstitusi Maria Farida Indrati, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, dan Suhartoyo, memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menilai MK inkonsisten dengan beberapa putusan lainnya. Hal ini terlihat dengan dalil KPK bagian dari pelaksana kekuasaan eksekutif. Padahal dalam putusan sebelumnya KPK disebut lembaga independen.
"Kalau MK inkonsisten publik bisa enggak percaya. Kalau sudah begitu enggak mau ajukan uji materi. Khawatir masyarakat chaos, bisa membabi buta," katanya kepada merdeka.com, Jumat (9/2).
Selanjutnya, menurut Hifdzil, semakin menguatkan jika Arief melakukan lobi dengan DPR terkait posisinya di MK dan putusan angket. Padahal putusan MK yang final mengikat memiliki implikasi luar biasa.
"Beberapa waktu lalu Dewan Etik MK memutuskan Arief lakukan pelanggaran soal lobi DPR. Artinya, sekarang terafirmasi dengan keluarnya putusan MK," kata Hifdzil kepada merdeka.com, Jumat (9/2).
Dewan Etik MK telah memutuskan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan. Arief dilaporkan melakukan pelanggaran kode etik sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi.
Arief diberi sanksi berupa teguran lisan. Arief diketahui bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, tanpa undangan secara resmi dari DPR, melainkan hanya melalui telepon. Arief telah membantah soal lobi politik ini.
Menurut Hifdzil, kecurigaan adanya main mata juga tercium oleh mantan komisioner KPK, Busyro Muqoddas. Busyro bersama beberapa perwakilan masyarakat sipil memilih mencabut permohonan uji materi UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD) yang prosesnya masih berjalan di MK.
"Ada pemohon cabut gugatan, 4 hakim tidak sepakat. Semakin menguatkan dugaan sebelumnya (lobi politik)," tuturnya.
KPK mengaku kecewa dengan sikap MK. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya akan mempelajari lebih lanjut dampak dari putusan itu terhadap lembaganya.
"Jadi, meskipun KPK kecewa dengan putusan tersebut, namun tentu sebagai institusi penegak hukum menghormati putusan pengadilan," kata Febri di gedung KPK, Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/2).
Menurutnya, KPK akan melakukan analisis lebih detail, lebih dalam terkait putusan tersebut dan sejauh mana konsekuensinya. "Hasil pembahasan ini akan berpengaruh nantinya terkait dengan bagaimana sikap KPK dan juga relasi KPK dengan DPR, khususnya dengan pansus angket. Jadi itu masih kita perlu pelajari lebih lanjut," tambahnya.
Ketua DPR Bambang Soesatyo memastikan tidak akan memperpanjang masa kerja Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Enggak ada. Saya pastikan kerja pansus selesai dan dilaporkan pada tanggal 14 Februari," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pusat, Kamis (8/2).
Selain tidak memperpanjang masa pansus, mantan ketua Komisi III ini juga menegaskan, tak akan mengubah rekomendasi yang telah disusun dengan sedemikian rupa. Dia berharap tidak ada lagi adu domba antara DPR dan lembaga antirasuah itu.
"Pertama pesan dan harapan saya,udahlah jangan adu-adu lagi DPR dengan KPK terhadap putusan MK. Tugas saya saat ini perbaiki hubungan DPR-KPK agar suasana kondusif dan adem karena kita akan hadapi agenda politik nasional, Pilkada, Pileg dan Pilpres," tuturnya.
Sempat berhembus kencang desakan agar Arief mundur dari MK. Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan langkah itu untuk menjaga marwah lembaga. Hal itu juga bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada MK.
Selain lobi dengan DPR, Arief juga pernah melanggar kode etik saat memberikan nota permohonan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono agar memperlakukan khusus kepada keluarganya seorang jaksa yang bertugas di Trenggalek, Jawa Timur pada 2015.
"Dalam konteks ini saya kenal baik dengan pak Arief. Maka permohonannya bukan pemaksaan, mohon supaya rela mengundurkan diri," kata Busyro.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, seorang hakim tidak hanya diikat oleh aturan Perundang-undangan. Namun, di atas aturan hukum itu ada juga tentang etika.
"Saya kira kalau ada seorang hakim yang kemudian disalahkan dua kali melanggar etik itu persoalan serius. Apalagi jabatan ketua hakim, bisa saja dikatakan tidak layak seandainya melanggar dua kali," kata Refly saat dihubungi merdeka.com, Rabu (31/1).
Refly menekankan, dalam konteks persoalan Arief memang bukan perkara hukum yang bisa dilaporkan ke polisi. Tapi lebih kepada moral dan rasa malu sebagai seorang pemimpin.
"Harusnya memunculkan rasa malu, apalagi etika tersebut terkait dengan jabatan seorang hakim bahkan ketua MK," kata Refly.
Menanggapi itu, Arief tak mau ambil pusing. "Saya enggak nanggapi. Percuma," kata Arief di Gedung MK, Jakarta, Rabu (31/1). Arief kemudian berlalu pergi meninggalkan wartawan.
Baca juga:
ICW sebut putusan MK soal angket KPK kuatkan dugaan lobi politik Arief ke DPR
MK dinilai tak konsisten nyatakan KPK bagian dari eksekutif dan bisa diangket DPR
KPK kecewa gugatan soal hak angket ditolak MK
Tolak gugatan, MK tegaskan Hak Angket DPR kepada KPK sah
Ini alasan UU BUMN digugat ke Mahkamah Konstitusi