MK tolak gugatan larangan ekspor mineral mentah
Tindakan pemerintah melalui Menteri ESDM yang memberlakukan pelarangan ekspor mineral mentah dapat dibenarkan.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral mentah di dalam negeri. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 102 dan 103 Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Hamdan Zoelva membacakan amar putusan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Rabu (3/12).
Dalam putusan ini MK menyatakan berdasarkan nalar hukum tindakan pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memberlakukan pelarangan ekspor mineral mentah dapat dibenarkan. Ini karena larangan tersebut merupakan wewenang pemerintah selaku penguasa sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral.
"Pemerintah dalam regulasinya melarang ekspor bijih (raw material atau ore) adalah wajar oleh karena pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan di dalam negeri dapat dilakukan manakala bijih tersedia di dalam negeri dan untuk itu maka ekspor dilarang," ungkap Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi membacakan pertimbangan mahkamah.
Fadlil mengatakan MK tidak dapat menerima dalil pemohon yang menyebut adanya kewajiban mendirikan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tidak dapat dijalankan karena biaya mahal. Dalam hal ini, MK menganggap para pemohon seharusnya sudah mengetahui ketentuan ini sejak mengajukan izin pertambangan kepada pemerintah.
"Seandainya pun para pemohon disamakan dengan pemegang kontrak karya, para pemohon sudah diberikan waktu yang cukup dalam masa transisi untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, namun hal itu tidak dilakukan oleh para pemohon," kata Fadlil.
Lebih lanjut, terang Fadlil, pemberlakuan pasal ini dimaksudkan untuk melindungi sumber daya mineral dan batubara. Hal itu juga dimaksudkan untuk mewujudkan amanah Pasal 33 UUD 1945 agar mineral dan batubara dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
"Dengan melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia," ungkap Fadlil.
Permohonan ini diajukan oleh Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) bersama dengan sembilan perusahaan tambang mineral lokal. Mereka berdalih pemberlakuan pasal ini merugikan lantaran dapat mengancam keberlangsungan produksi.