Muncul cerita-cerita unik di balik penggusuran Kampung Pulo
Kemunculan sesosok pria di tengah pembongkaran sempat menarik perhatian. Belum lagi ada cerita makam kramat.
Pembongkaran Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, menyisakan sejumlah cerita pasca-pembongkaran. Selain kerusuhan terdapat juga cerita-cerita unik.
Kemunculan sesosok pria di tengah pembongkaran sempat menarik perhatian. Belum lagi ada cerita makam kramat di wilayah tersebut.
Khusus untuk makam Gubernur Basuki T Purnama menegaskan tak akan melakukan penggusuran. Dia menuding ada pihak yang sengaja melempar isu tersebut.
Kini permukiman warga itu sudah rata dengan tanah. Sebagian warga akhirnya mau direlokasi ke Rusunawa Jatinegara Barat.
Berikut cerita-cerita unik di balik pembongkaran:
-
Apa yang dirayakan oleh Ahok dan Puput? Ahok dan Puput merayakan ulang tahun putri mereka dengan acara yang sederhana, namun dekorasi berwarna pink berhasil menciptakan atmosfer yang penuh semangat.
-
Bagaimana Ken Arok membunuh Tunggul Ametung? Ken Arok membunuh Tunggul Ametung menggunakan keris buatan Mpu Gandring.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Apa yang dilakukan Prabowo di Desa Pamabulan? Prabowo meresmikan sumber air bersih di Desa Pamabulan, Minggu (19/11).
-
Bagaimana Ahok terlihat dalam fotonya saat kuliah? Tampak pada foto, Ahok tengah bergaya bersama teman-temannya saat awal masa kuliah di Trisakti.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
Muncul Eki Pitung
Pria dengan ciri khas peci merah ini selalu muncul mendampingi korban penggusuran seperti yang terjadi di Tanah Abang dan Kampung Pulo. Dia adalah Muhammad Rifky (45), warga Rawa Belong, Jakarta Barat. Pria yang akrab disapa Eki ini mengaku memang asli Jakarta alias Betawi. Karena sering berpenampilan khas Betawi, dia juga kerap dipanggil Eki Pitung.
Eki menjelaskan, dirinya memang asli ber-KTP di Kampung Pulo. Namun dia mengakui, saat ini sudah tinggal di Rawa Belong sejak 15 tahun lalu pindah dari Kampung Pulo.
"Bahkan KTP saya masih RW 8 Kampung Pulo, karena enggak pernah saya ubah. Kalau Pilkada, Pilpres saya nyoblos di Kampung Pulo. Masih banyak saudara banyak teman di situ," kata Eki saat dihubungi merdeka.com, Minggu (23/8).
Lalu apa hubungannya Eki Pitung dengan penggusuran Tanah Abang beberapa waktu lalu? Dia menjelaskan bahwa di Tanah Abang juga banyak saudaranya tinggal.
"Saya enggak pernah mengakui sebagai warga Tanah Abang. Bang Ucu, paman saya tinggal di situ. Ketika kasus kaki lima tanah abang 2013, saya pernah membantu mereka ketika diusir oleh Ahok juga. Saya sebagai Aktivis Betawi hanya keterpanggilan melihat orang minta tolong," terang dia.
Sempat muncul kabar rumah tak bisa dibongkar
Keanehan terjadi saat petugas hendak membongkar salah satu rumah di Kampung Pulo, Jakarta Timur. Rumah dua lantai milik pasangan Musa (alm) dan Nani itu gagal dirubuhkan karena mesin alat berat tiba-tiba mati. Namun keanehan itu dibantah oleh ketua RT 11 RW 3 Kampung Pulo, Husein.
"Bukannya enggak bisa digusur atau gimana ya. Tapi emang kabar burung omongannya warga cepat banget nyebarnya. Bilangnya mesinnya mati, wallahu alam lah," ujar kepala RT 11 RW 03, Husein ketika ditemui lokasi penggusuran, Jakarta Timur, Sabtu (22/8).
Menurut Husein, sebenarnya, rumah itu awalnya hendak dibongkar, namun kata lurah, pembongkaran ditunda karena ada bangunan lain yang menempel di rumah itu yang tidak kena penggusuran.
"Lurah juga kemaren ngomong. Kalau misalnya enggak bisa di garuk pake bekho (excavator) bakal dibongkar manual," jelas Husein.
Sementara itu di tempat yang sama, Kasatpol PP DKI Kukuh Hadi menegaskan akan mengecek hal tersebut terkait menyatunya tembok rumah Musa dengan dengan tetangga.
"Nanti kita cek, kalau memang menempel satu bangunan, kita liat dulu apa nanti di bongkar manual," katanya.
Ada makam kramat berusia 260 tahun
Suara Front Pembela Islam (FPI) muncul di tengah pro kontra penertiban hunian di Kampung Pulo, Jakarta Timur. Mereka berdalih tak ada niat lain, selain menyuarakan permohonan warga agar makam kiai di sana tak dibongkar.
"Ini tidak ada kepentingan, masyarakat meminta makam keramat dan musala enggak dibongkar," ujar salah satu pimpinan FPI, Habib Moch Zein Bin Zeid Alatas, di Polda Metro Jaya, Jumat (21/8).
Zein mengatakan, di wilayah Kampung Pulo ada tujuh makam yang merupakan makam habib dan para kiai. Makam itu sudah sejak lama ada di sana.
"Sekitar 260 tahun," katanya.
FPI mengaku semalaman berada di lokasi setelah penertiban. Di sanalah mereka mendapat keluhan warga.
"Pada intinya kami dari FPI nggak terlibat apa apa di Kampung Pulo. Kami menyampaikan saja apa yang diinginkan warga. Ini kerjasama yang baik. Kita sampai jam 2 malam, Kapolda juga ke lokasi. Kami sampaikan keinginan masyarakat. Pihak kepolisian bisa memberikan yang terbaik bagi bangsa," harapannya.
Oleh karena itu, tambah Zein, pihaknya mengharapkan kerjasama yang baik dari kepolisian untuk menjaga dan mengamankan makam tersebut. "Kita dari pusat, kita beri tugas ke kepolisian untuk mengamankan hal ini," pungkasnya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Mohammad Iqbal, mengharapkan FPI bisa ikut serta menjaga kondisi agar kondusif. "Semoga silahturahmi ini akan terus ada di awal momen Kampung Pulo. Mereka ikut menciptakan kondusif," tambahnya.
Warga buru-buru selamatkan pagar besi
Satu per satu hunian warga di Kampung Pulo, Jakarta Timur, terus dirobohkan petugas Satpol PP DKI Jakarta. Bila sebelumnya warga melawan, kali ini sebagian memilih menyelamatkan barang-barang yang masih bisa dipakai kembali.
Seperti yang dilakukan Rohaya, warga RW 3/RT 4 Gang V, Kampung Pulo. Dia tampak membawa pagar besi yang menempel di tembok rumahnya.
"Sudah dipindahin barangnya sebagian ke rumah saudara seminggu yang lalu. Ini bongkar bagian yang bisa diambil aja," katanya saat ditemui di lokasi, Kamis (20/8).
Rohaya mengaku sebenarnya dia bersedia digusur. Tapi harus ada konsekuensi-nya, berupa ganti rugi uang. Apalagi, katanya, dia merasa rugi karena rusun yang diberikan hanya satu unit.
"Mau nempatin Rusun. Tapi saya cuma dapat ganti rusun satu aja," tuturnya.
Dia ingin menggugat haknya secara hukum. Namun sebagai masyarakat sipil biasa, Rohaya mengaku tak tahu bakal mengadu pada siapa.
"Maunya sih lewat jalur hukum. Tapi gak tak bakal nyelesain ke mana. Harusnya dapat 7 rusun. Kan perjanjiannya yang dirusak kalau lebih dari 100 dapat 3 unit. Ini dapatnya satu. Tanah saya 186 meter yang dihancurkan," pungkasnya.