Muslim di Malang bersyukur, akhirnya Muhammadiyah-NU puasa serentak
Warga berharap umat Islam selalu serentak dalam memulai puasa Ramadan dan Idul Fitri.
Tahun ini, dua ormas besar di Indonesia Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) melaksanakan puasa Ramadan secara serentak, Kamis (18/6). Di Malang dan sekitarnya, hari ini umat Islam disibukkan dengan kegiatan bersih-bersih masjid dan musala, mempersiapkan salat tarawih.
"Alhamdulillah Ramadan kali ini seragam baik NU maupun Muhammadiyah. Keseragaman ini patut kita syukuri, karena masyarakat lebih nyaman dan terayomi jika para amir (pemimpin) mau bersatu," kata Pipit Agustian, takmir musala Ar-Rayyan di Perumahan Irish Garden, Singosari, Malang, Rabu (17/6).
Beberapa tahun belakangan, NU dan Muhammadiyah memang berbeda dalam penentuan awal Ramadan. Tidak dipungkiri, perbedaan itu berdampak di kalangan masyarakat. Namun tahun ini berlangsung secara serentak, sehingga dirasakan kebersamaannya.
Sementara itu, Rahmad Taufiq yang sehari-hari sebagai pekerja sosial di LSM mengaku tidak lagi bimbang dengan adanya kesamaan sikap oleh dua ormas Islam terbesar di Indonesia itu. Pihaknya siap menyambut Ramadan dengan mengambil hikmah kebersamaan sebagai rahmat yang begitu besar.
"Selama ini Ramadan selalu berbeda penentuan, kalau sekarang bisa bersama-sama tentu sesuatu yang positif, sesuatu yang dirindukan sehingga masyarakat tidak terombang-ambing," kata Taufiq.
Nastain AD, takmir musala Nurul Iman di Karanglo Indah Kota Malang mengatakan, selain bersih-bersih musala, dirinya juga melakukan ziarah kubur. Kegiatan itu sudah menjadi tradisi secara turun temurun untuk mendoakan para leluhur. Para santri diajak bersama-sama berziarah untuk berdoa ke makam terdekat.
"Doa itu untuk para ahli kubur agar diberi keselamatan dunia dan akhirat. Karena siksa kubur akan dihentikan selama Ramadan, sepatutnya kita bersyukur dengan memanjatkan doa, selain untuk mengingat adanya kematian," katanya saat mendampingi santri-santrinya berziarah.
Kebersamaan penetapan datangnya Ramadan menjadi potret bahwa Islam memiliki cara pandang dalam melihat perbedaan. Tidak dipungkiri memang ada beberapa perbedaan, namun bukan sesuatu yang patun dibesar-besarkan. Datangnya Ramadan yang bersamaan adalah sebuah rahmat.
Sementara itu Yatimum Ainun, Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah lil Muttaqin, Bululawang, Kabupaten Malang mengatakan, perbedaan itu sebagai sebuah hikmah, tetapi kekompakan menyambut Ramadan juga hikmah.
"Kalau tahun lalu Dien Syamsudin tidak hadir di sidang isbat, sekarang mendampingi Menteri Agama, itu hikmah kekompakan. Kalau kompak itu kan adem dan ayem. Itu yang harus dirawat dalam tradisi Islam di Indonesia," katanya.
Perbedaan puasa, kata Gus Ainun, bukan hal yang harus menjadi persoalan apalagi konflik. Karena dua metode, baik rukyatul hilal dan rukyatul hizab sama-sama dibenarkan dan dibolehkan menurut agama. Tidak ada yang perlu diributkan.
"Intinya siapapun dan kelompok apapun harus saling menghargai. Bahkan keputusan ormas di luar NU dan Muhammadiyah, seperti Naqsabandiyah atau Islam Aboge sekalipun harus juga dihormati. Yang penting kita menjalani puasa dengan khusyuk," katanya.