Nakes Harus Melek Digital, Pelayanan Kesehatan Lebih Berkualitas dan Efisien
Semua yang tergabung di dalam organisasi profesi kesehatan, yang memiliki pemahaman dan keterampilan berkaitan dengan digital.
Literasi digital bukan lagi opsional, melainkan kunci sukses dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.
Nakes Harus Melek Digital, Pelayanan Kesehatan Lebih Berkualitas dan Efisien
Era digital telah mengubah lanskap sejumlah sektor, termasuk pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan di Indonesia kini dihadapkan pada tuntutan untuk meningkatkan literasi digital mereka guna mengikuti perkembangan teknologi yang pesat dan menyediakan layanan kesehatan yang lebih efisien.
"Sebagai tenaga kesehatan kita memiliki tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan dan keselamatan pasien seperti kemampuan untuk memahami, mengakses, mengevaluasi dan menggunakan informasi kesehatan digital dengan bijak adalah kunci dalam memberikan perawatan berkualitas dan aman," kata Ketua Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia Amiruddin Supartono pada acara Literasi Digital Kepada Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia Seri 2 di Bekasi, 16 oktober lalu
Amiruddin juga menekankan bahwa, dengan semua manfaat literasi digital juga datang dengan berbagai tantangan diantaranya risiko keamanan dan penyalahgunaan informasi.
"Penting untuk terus meningkatkan literasi digital bagi tenaga kesehatan berkolaborasi dengan tim dan menjalani pelatihan berkala untuk tetap relevan dalam dunia kesehatan yang berubah dengan sangat cepat," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Widyaiswara Ahli Madya Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto Kemenkes RI, Maman menyampaikan tentang digital skill guna memahami kecakapan digital. Pemahaman keterampilan digital, tidak hanya sekedar memahami, dan tidak sekedar terampil secara hard skill.
Dia berharap semua yang tergabung di dalam organisasi profesi kesehatan, yang memiliki pemahaman dan keterampilan berkaitan dengan digital, turut serta mendukung terwujudnya transformasi digital di sektor kesehatan.
Sementara itu, Pimpinan HM Center Indigitama, Muhammad Haris Maknun memaparkan tentang digital safety. Selain terampil digital, kita harus paham supaya aman dan berakhir selamat. Dalam era transformasi digital, ada manfaat dan risiko yang mengganggu. Contohnya ketika terbiasa foto selfie, share di medsos, menjadi ancaman bagi diri kita bahkan karir kita.
Menurutnya, foto disimpan silahkan, namun ketika handphone itu dijual, meski data sudah terhapus, masih bisa diambil oleh software.
"Saran saya, kalau udah nggak dipakai, nggak usah dijual. Kalaupun rencana mau dijual, yang isinya tidak terlalu penting. Kenapa? itu jejak digital yang semuanya ada di dalamnya," ujarnya.
Dalam keamanan digital, peran individu memahami manfaat dan risiko akan meningkatkan kewaspadaan masing-masing individu agar tidak terjebak pada masalah yang tidak dipahami.
Ditambahkan oleh Wawan, yang membedakan manusia yang satu dengan yang lain adalah etikanya, ujung-ujungnya akan jadi karakter dan budaya. Makanya perlu digital ethics supaya kita melek informasi, dan yang paling penting adalah menjadi jati diri bangsa kita yang sopan.
"Kalau sudah masuk ke ruang digital, privasi sudah sangat tipis antara keterbukaan dan keterlanjangan. Makanya hati-hati, harus ada etikanya, termasuk dalam menyampaikan informasi medis dan rekam jejak digital pasien," tambahnya.
Menurut Kepala Laboratorium Psikologi BINUS Bekasi, Cornelia Istiani, tantangan kehidupan digital masih kita hadapi sebagian besar itu di kehidupan sosial. Kehidupan kerja relatif lebih mudah untuk dikontrol sedangkan kehidupan sosial agak sulit hanya bisa dimulai dari diri sendiri.
"Untuk membangun budaya digital harus dimulai dari diri sendiri terutama tema ini kita berangkat dari diri sendiri untuk mendorong yg lain. Yang menjadi reflektif bisa menjadi salah satu tools yang kita manfaatkan bukan untuk budaya tapi juga untuk kebermaknaan diri kita," ucapnya.
Sedangkan Ketua Konsil Kesehatan Masyarakat, R. Ayu Anggraeni Dyah Purbasari memaparkan tentang konsil kesehatan masyarakat pasca terbitnya UU No. 17/2023 tentang kesehatan. Menurut UUD 17/2023 jenis nakes di konsil kesehatan masyarakat ada 5 jenis kesehatan yaitu Tenaga kesehatan masyarakat, Tenaga epidemiolog kesehatan, Tenaga PKIP/Promkes, Tenaga pembimbing kesehatan kerja, Tenaga administrasi kerja.
"STR berlaku seumur hidup kalau dulu STR berlaku 5 tahun dan kemudian bisa diperpanjang sekarang berlakunya seumur hidup. Jadi kalau sudah punya STR maka berlaku seumur hidup dan nanti Surat Izin Praktek (SIP) yang membedakan," tambahnya.
Anggraeni mengingatkan bahwa, saat ini pembaharuan STR diprioritaskan bagi yang waktunya sudah mendekati expired 5 tahun.
"Kesehatan masyarakat sedang ditangguhkan karena yang wajib memiliki STR adalah mereka yang berasal dari lulusan vokasi atau profesi sementara lulusan S1 Akademik tidak diperlukan. Jadi kalau mau daftar P3K, ASN dan sebagainya tidak wajib punya STR dan itu sudah ditindaklanjuti ke BKN dan BKD,"ungkapnya.
Sejalan dengan Anggraeni, Guru Besar dalam Bidang Epidemiologi, Prof Dr. Cicilia Windiyaningsih atau biasa disebut Prof. Cicilia menekankan bahwa, Sekarang kalau mengurus STR sudah tidak ada etika profesi lagi.
"Dalam pengurusan STR sekarang sudah diminimalisir tetapi pada kenyataannya sumpah profesi itu harus dan juga menjaga etika daripada profesi masing-masing dari tenaga masyarakat," jelasnya.