Nurdin Abdullah Bantah Minta Bantuan Uang Edy Rahmat untuk Relawan Pilkada
Nurdin mengungkapkan relawan yang dimaksud adalah tim pemenangannya di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel 2018. Mantan Bupati Bantaeng itu mengaku setelah menang di Pilgub, relawan ini ingin ada kegiatan.
Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah kembali menjalani sidang kasus suap dan gratifikasi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Kamis (4/11). Kali ini Nurdin Abdullah menjadi saksi kasus yang menyeret eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat.
Dalam persidangan, Nurdin Abdullah membantah memerintahkan kepada Edy Rahmat meminta bantuan dana kepada Agung Sucipto untuk relawan Pilkada. Meski demikian, Nurdin mengakui bertemu dengan Edy Rahmat di Pucak, Kabupaten Maros saat peninjau pembangunan jalan.
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Mengapa kasus korupsi Bantuan Presiden diusut oleh KPK? Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan," ujar Tessa Mahardika Sugiarto. Dalam prosesnya, kasus itu pun bercabang hingga akhirnya terungkap ada korupsi bantuan Presiden yang kini telah proses penyidikan oleh KPK.
-
Bagaimana Nurul Ghufron merasa dirugikan oleh Dewan Pengawas KPK? "Sebelum diperiksa sudah diberitakan, dan itu bukan hanya menyakiti dan menyerang nama baik saya. Nama baik keluarga saya dan orang-orang yang terikat memiliki hubungan dengan saya itu juga sakit," Ghufron menandaskan.
-
Siapa yang diperiksa KPK terkait kasus korupsi SYL? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin. Dia hadir diperiksa terkait kasus tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KONI Sumsel? Ketua Umum KONI Sumatra Selatan Hendri Zainuddin resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel tahun anggaran 2021 pada Senin (4/9).
"Bukan meminta bantuan untuk relawan. Saya hanya bilang relawan sudah ngomel-ngomel," ujarnya saat sidang di Ruang Harifin Tumpa.
Nurdin mengungkapkan relawan yang dimaksud adalah tim pemenangannya di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel 2018. Mantan Bupati Bantaeng itu mengaku setelah menang di Pilgub, relawan ini ingin ada kegiatan.
"Kan kami memiliki banyak relawan berjuang pada saat Pilgub 2018. Setelah berjuang, kontraktor kecil juga berharap ada kegiatan," bebernya.
Nurdin mengaku diskusi dengan Edy Rahmat untuk mencari solusi terkait relawan yang marah-marah. Meski demikian, tidak ada solusi yang didapatkan.
"Saya meminta pemikiran solusi dan tidak ada," tegasnya.
Nurdin mengaku sehari sebelum ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak bertemu dengan Edy Rahmat. Ia mengaku tidak mengetahui jika Edy Rahmat sudah menerima uang sebesar Rp2,5 miliar dari Agung Sucipto.
"Tidak ada. Salman adalah patwal dan saat itu Salman tidak ikut dengan kami ke Lego-lego," tegasnya.
JPU KPK, Ronald Worotikan mengatakan mencecar Nurdin Abdullah terkait dua uang yang diterima dari Agung Sucipto dan masuk dalam dakwaan. Pertama, uang sekitar SGD 150 ribu yang diberikan Agung Sucipto secara langsung di rumah jabatan Gubernur Sulsel untuk pemenangan Pilkada Bulukumba.
"Pertama itu SGD 150 ribu dan sudah diakui oleh pak Nurdin adanya pemberian itu dari Pak Agung. Kemudian terkait uang yang bersama-sama Edy Rahmat sejumlah Ro2,5 miliar, memang dipersidangan Pak Nurdin mengatakan tidak mengetahui," tuturnya.
Meski tidak mengaku uang sebesar Rp2,5 miliar permintaan dari Nurdin Abdullah, Ronald menggarisbawahi bahwa pertemuan mantan Bupati Bantaeng itu dengan Edy Rahmat benar-benar terjadi. Bahkan, kata Ronald, Nurdin Abdullah mengakui pertemuan dengan Edy Rahmat membahas soal relawan yang marah-marah.
"Ini sangat menarik bagi kita, karena tujuan pak Nurdin saat mempunyai permasalahan soal relawan tentunya berharap ada solusi dan menyampaikan itu kepada Pak Edy Rahmat. Walaupun Pak Nurdin memang mengatakan tidak pernah meminta," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Edy Rahmat mengungkapkan dua pekan sebelum ditangkap KPK, dirinya dipanggil Nurdin Abdullah ke rumah jabatan Gubernur Sulsel. Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel itu mengaku dirinya dipanggil ke rujab gubernur (rujab) melalui ajudan Nurdin Abdullah, Syamsul Bahri.
"Iya pernah pak. Kalau tidak salah sore, jam 5, hampir magrib baru temui. Ajudan pak Syamsul Bahri yang telepon saya diminta untuk ke rujab," ujarnya.
Edy mengaku dirinya di rujab Gubernur Sulsel tidak terlalu lama. Saat menghadap tersebut, kata Edy, Nurdin Abdullah menyampaikan pesan untuk menemui Agung Sucipto.
"Pertemuan singkat, saya disampaikan Edy tolong temui Agung Sucipto untuk dibantu relawan karena Pilkada semakin dekat," kata Edy menirukan pesan Nurdin Abdullah.
Pernyataan Edy tersebut ditanggapi JPU KPK. Pasalnya, Pilkada serentak sudah digelar sebelum Edy dan Nurdin Abdullah ditangkap KPK.
"Pilkada yang mana ini. Kan Pilkada serentak sudah lewat, sementara Pak Nurdin juga sudah menjadi Gubernur Sulsel," tanya JPU KPK.
"Ini untuk Pilkada periode keduanya. Saya beranggapan pilkada periode kedua," kata Edy.
Selanjutnya, Edy Rahmat meneruskan pesan Nurdin Abdullah kepada Agung Sucipto. Edy mengaku menemui Agung Sucipto di Kabupaten Bulukumba.
"Saya ketemu Anggu (Agung Sucipto) di Bulukumba. Saya sampaikan (pesan Nurdin Abdullah) dan pak Anggu bersedia dan kalau sudah siap akan dihubungi," tuturnya.
Usai bertemu dengan Agung Sucipto, Edy selanjutnya melaporkan kepada Nurdin Abdullah saat melakukan kunjungan kerja di Pucak, Kabupaten Maros. Edy mengungkapkan pada saat itu Nurdin Abdullah hanya mengatakan iya.
"Satu minggu sebelum OTT (operasi tangkap tangan), saya sampaikan ke pak Gubernur bahwa Pak Agung sudah siapkan, cuma belum tahu kapan," tegasnya.
Beberapa hari sebelum terjaring OTT, Edy mengungkapkan Agung Sucipto akhirnya menghubungi dan bertemu di Kafe Pancious Jalan Letjen Hertasning Makassar. Edy mengaku pertemuan tersebut cukup singkat, meski demikian Anggung Sucipto menyampaikan jika uang dan proposalnya sudah siap.
"Pertemuan cuma sebentar. Dia sampaikan kalau dananya sudah ada dan juga proposal (proyek irigasi di Kabupaten Sinjai)," tuturnya.
Keesokan harinya, Edy dan Agung Sucipto akhirnya kembali bertemu di restoran dan menyerahkan uang sebesar Rp2,5 miliar serta sebuah proposal proyek irigasi di Kabupaten Sinjai. Usai menerima uang tersebut, Edy mengaku sempat menelepon sopir Nurdin Abdullah bernama Husein untuk menanyakan keberadaan mantan Bupati Bantaeng itu.
"Saya tanya posisi pak gubernur sama Pak Husein, karena dia kan sopirnya bapak. Saat itu, pak Husein bilang bapak lagi di Lego-lego, tapi saat saya ke sana sekitar jam 11 malam ternyata sudah gelap (sepi)," ungkapnya.
Karena tidak bertemu dengan Nurdin Abdullah di Lego-lego, akhirnya Edy membawa uang tersebut ke rumah dinasnya. Setelahnya, KPK datang dan menangkap Edy beserta uang sebesar Rp2,5 miliar yang disimpan dalam koper dan tas ransel.
"Saya pulang ke rumah (dinas) dan akhirnya petugas KPK datang," ucapnya.
(mdk/fik)