Nurhadi mengundurkan diri sebagai sekretaris Mahkamah Agung
Pengajuan surat sudah dilayangkan sejak Jumat (22/7) ke Presiden Jokowi.
Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman secara resmi telah melayangkan surat pengunduran diri. Surat tersebut dilayangkan ke Presiden.
"Pak Nurhadi mengajukan pensiun atas permintaan sendiri," ujar kepala humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur saat dikonfirmasi merdeka.com, Kamis (28/7).
Ridwan menuturkan pengajuan surat sudah dilayangkan sejak Jumat (22/7) ke Presiden melalui Sekretaris Kabinet. Hingga saat ini, lanjut Ridwan, Nurhadi masih menunggu surat keterangan resmi atas pengunduran dirinya dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Presiden.
"Hari Jumat lalu diajukan ke Seskab, saat ini menunggu SK dari BKN dan dari Presiden," tukasnya.
Meski belum ditegaskan secara jelas alasan pengunduran diri Nurhadi, namun hal ini berdekatan saat KPK menyebut sudah menerbitkan Sprindik untuk Nurhadi.
"Iya penyelidikan sudah. Setelah kita mendengarkan banyak saksi yang ditanya, ya teman-teman (penyidik) memutuskan bahwa kasus ini perlu dilakukan penyidikan," ujar ketua KPK Agus Rahardjo saat menghadiri acara nota kesepakatan bersama tiga kementerian dan BPJS Kesehatan di auditorium KPK, Senin (25/7).
Sayangnya Agus enggan mengatakan kasus apa yang membuat Nurhadi terseret ke tahap penyelidikan. Mengingat, Nurhadi diduga turut serta dalam kasus penerimaan suap yang dilakukan oleh panitera sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Edy dicokok KPK pada hari Rabu (20/4) pukul 10.45 WIB bersama Doddy Arianto Supeno, swasta, saat melakukan transaksi di sebuah hotel wilayah Jakarta Pusat. Pemberian suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang melibatkan First Media, anak perusahaan Lippo Group. First Medua diketahui tengah bersengketa dengan PT Astro terkait hak siar.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut KPK menyita barang bukti berupa uang Rp 50 juta dari Edy Nasution. Diduga commitment fee yang disepakati adalah Rp 500 juta.
Untuk Edy Nasution KPK menerapkan pasal 12 huruf a dan atau huruf b dan atau pasal 13 undang undang tipikor nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah undang undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 kuhp pasal 55 ayat 1 ke-1 kuhp.
Sedangkan untuk Doddy Arianto Supeno selaku pemberi dikenakan pasal 12 huruf a dan atau huruf b dan atau pasal 13 undang-undang tipikor nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 kuhp jo pasal 55 ayat 1 ke-1 kuhp.
Pasal yang diberikan KPK terhadap keduanya sama, oleh karena itu KPK hingga saat ini masih menelusuri siapa otak dibalik kasus ini. Dugaan kuat mengerucut kepada Nurhadi saat KPK menggeledah kediamannya di Hang Lekir, Jakarta Selatan, dan menemukan sejumlah uang dengan total Rp 1,7 miliar dengan beberapa mata uang asing setidaknya ada lima jenis mata uang asing yang ditemukan USD 37.603, SGD 85.800, Yen 170.000, Real. Tidak hanya uang, penyidik menemukan beberapa dokumen yang sempat dirobek dan dibuang ke closet kamar mandi.
Atas pengembangan kasus ini KPK juga menggeledah tiga lokasi lainnya seperti kantor PT Paramount Enterprise di Gading Serpong Boulevard Tangerang, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan ruang kerja milik Nur Hadi di Mahkamah Agung.