PDIP Gelar Rapat Usai MK Ubah Syarat Pilkada: Ahok atau Anies?
Menurut Eriko, rapat nanti akan membahas siapa yang akan diusung PDIP di Jakarta.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada. Hasil itu membuat Parpol dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga menyatakan, DPP PDIP siang ini akan menggelar rapat membahas keputusan MK tersebut.
- Djarot PDIP Sebut Jakarta Punya Banyak Calon Pemimpin: Ada Ahok dan Anies, Bukan Hanya Ridwan Kamil
- PDIP: Peluang Anies-Ahok di Pilgub Jakarta Super Kecil, 0,00001 Persen
- PDIP Masih Hitung-Hitungan Dukung Anies di Pilgub Jakarta 2024
- PDIP Beri Sinyal Dukung Anies di Pilgub Jakarta, Begini Respons NasDem
“Hari ini, sebentar lagi saya pun akan menghadiri rapat DPP dalam membahas mengenai pilkada, karena memang banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi,” kata Eriko di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/8).
Menurut Eriko, rapat nanti akan membahas siapa yang akan diusung PDIP di Jakarta, sudah ada tiga nama yakni Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama, hingga Hendrar Prihadi.
“Apakah Ahok? Anies? Siapa lagi? Hendrar? Nah ini kita harus matangkan, karena ini perubahan ini baru saja kita terima,” kata Eriko.
“Pengurucutan pada tiga nama ini. Soal siapa nanti yang diputuskan, tiga nama ini tentu tanya. Ada nggak Pak Anies di sini? Ya tentu dari senyum saya ini kan sudah bisa terlihat kan. Tapi saya tidak ingin mendahului. Biarlah nanti kami rapat DPP,” sambungnya.
Eriko mengaku terharu dengan keputusan MK tersebut, sebab dia sempat mengira sudah tidak ada jalan untuk maju Pilkada Jakarta.
“Sempat terharu bahwa kehidupan ini masih ada keadilan yang kita tunggu bersama,” kata Eriko.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Tentunya dengan syarat tertentu.
Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.
Adapun isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi dari Pasal tersebut sebenarnya sama dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.
"Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," tutur Enny dalam persidangan.
Inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada tersebut tentu berdampak pada pasal lain, seperti Pasal 40 ayat (1).
"Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016," ungkapnya.
Adapun isi pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebelum diubah yakni, "Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan."