Pemerintah tak serius beri kepastian hukum soal pernikahan campur
Sejumlah aturan yang dibuat pemerintah saling berbenturan dan tak mengakomodasi WNI yang menikahi WNA.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2015 Tentang Tata Penggunaan Tenaga Kerja Asing dianggap dianggap kurang terkoordinasi dengan Dirjen Imigrasi, khususnya UU Nomor 6 tahun 2015. Hal ini mengakibatkan permasalahan, khususnya bagi warga negara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran.
"Yang kami harapkan adalah kami membutuhkan beberapa perangkat peraturan yang lebih memperjelas memberikan kepastian hukum serta memberikan kemudahan bagi pelaku perkawinan campuran," kata Ketua Masyarakat Perkawinan Campuran Indonesia Juliani W Luthan, di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan, Kamis (15/10).
Juliani memaparkan permasalahan tersebut dalam Sosialisasi Peraturan Keimigrasian bagi Keluarga Perkawinan Campuran terkait Izin Tinggal, Tenaga Kerja, dan Administrasi Kependudukan. Lebih lanjut, wanita yang bersuamikan warga negara Jepang ini juga melihat ada benturan antara UU Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 dengan UU Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003.
"Inilah yang menjadi kendala untuk kejelasan peraturan," ujarnya.
Untuk itu, Juliani meminta ada sinkronisasi antara kementerian terkait, khususnya Kemenkum HAM dan Kemenaker.
"Kita selalu mengimbau kepada instansi pemerintah dalam hal ini sinkronisasi antara kebijakan dari dirjen imigrasi Kemenkum HAM dengan Dirjen Depnaker," pungkasnya.