Pemerintah Tidak Sampaikan Kata Maaf untuk Pelanggaran HAM Berat
Mahfud menyebut, Jokowi sudah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) yang Berat.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD mengatakan, pemerintah tidak akan menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lampau.
Namun, pemerintah mengakui dan menyesali atas peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu. Hal itu tertuang dalam rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat dalam rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Mengapa Mahfud MD dikabarkan mundur dari Menko Polhukam? Dia menilai, mundurnya Mahfud dari kabinet lantaran ingin fokus berkampanye dan mengikuti kontestasi di Pilpres 2024.
-
Apa yang dilakukan Mahfud Md selama menjadi Menko Polhukam? Selama menjabat sebagai Menko Polhukam, ada sejumlah gebrakan yang pernah dilakukan oleh Mahfud Md. Salah satunya, Menko Polhukam Mahfud Md membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus Intan Jaya, Papua yang menewaskan empat orang, yakni warga sipil dan pendeta serta dua anggota TNI.
-
Apa pesan Mahfud MD kepada Pangdam, Bupati, dan Wali Kota? Untuk itu Mahfud berpesan kepada Pangdam, Bupati, Wali Kota agar tidak menjemput dan menjamunya setiap ke daerah.
-
Siapa yang membantah pernyataan Mahfud MD? Hal ini pun dibantah langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.
-
Apa alasan Mahfud Md memutuskan untuk mundur dari jabatan Menko Polhukam? Hari ini saya sudah membawa surat untuk presiden, untuk disampaikan ke presiden langsung tentang masa depan politik saya, yang belakangan ini menjadi perbincangan publik. Dan surat ini akan disampaikan begitu saya mendapat jadwal ketemu presiden. Tapi saya bawa terus karena memang surat ini begitu saya diberi waktu langsung saya ketemu langsung saya sampaikan surat ini," kata Mahfud dalam pernyataannya di Lampung, Rabu.
-
Siapa yang mengonfirmasi soal kabar pengunduran diri Mahfud MD? Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait hal tersebut. Namun, dia mengaku mendengar kabar burung soal pengunduran diri Mahfud MD.
"Di dalam rekomendasi penyelesaian non-yudisial itu, tidak ada permintaan maaf dari Pemerintah kepada masyarakat karena peristiwa itu, tetapi Pemerintah menyatakan mengakui bahwa peristiwa itu memang terjadi dan Pemerintah menyesali terjadinya peristiwa itu," kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/5).
Lebih lanjut, Mahfud menyebut, Jokowi sudah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) yang Berat.
Inpres itu menugaskan 19 kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) untuk melaksanakan rekomendasi PPHAM, yakni memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran HAM berat berat secara adil dan bijaksana serta mencegah agar pelanggaran HAM berat tidak terjadi lagi.
"Jadi, tidak ada permintaan maaf dan tidak ada perubahan status hukum terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu. Misalnya, TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tetap berlaku sebagai ketetapan yang tidak diubah, kemudian mengenai peristiwa yang sudah diputuskan oleh pengadilan juga tetap berlaku," terangnya.
Sehingga, kata Mahfud, kinerja Tim Pemantau PPHAM fokus pada korban pelanggaran HAM berat masa lalu terhadap 12 peristiwa.
"Peristiwa itu tentu tidak bisa ditambah oleh Pemerintah, karena menurut undang-undang yang menentukan pelanggaran HAM berat atau bukan itu adalah Komnas HAM dan Komnas HAM merekomendasikan 12 yang terjadi sejak puluhan tahun lalu," imbuhnya.
Dia pun berharap agar masyarakat memahami perbedaan antara pelanggaran HAM berat dan kejahatan berat.
"Pelanggaran HAM berat itu dititikberatkan pada unsurnya, di mana pelakunya melibatkan aparat secara terstruktur. Mungkin korbannya hanya dua atau tiga orang, tetapi itu bisa jadi pelanggaran HAM berat, tapi kalau pelakunya itu sipil terhadap sipil, lain. Meski korbannya ratusan, seperti peristiwa bom Bali, itu bukan pelanggaran HAM berat tapi kejahatan berat supaya dimengerti," jelasnya.
Dia menjelaskan, saat ini Pemerintah menitikberatkan perhatian pada korban, bukan pada pelaku pelanggaran HAM berat pada masa lalu.
"Karena kalau menyangkut pelaku, itu menyangkut penyelesaian yudisial yang nanti harus diputuskan oleh Komnas HAM bersama DPR, untuk selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah. Ini titik beratnya pada korban, bukan pada pelaku. Kami tidak akan mencari pelakunya dalam penyelesaian non-yudisial," tutup Mahfud.
(mdk/fik)