Pemikiran Gatot Nurmantyo Soal Isu PKI Bangkit Lagi Dinilai Tak Masuk Akal
Isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia atau PKI dinilai tidak masuk akal.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai penjelasan mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo terkait kebangkitan Partai Komunis Indonesia atau PKI tidak masuk akal.
Untuk diketahui, Gatot meyakini ada tanda-tanda kebangkitan PKI. Sehingga merasa perlu memberi perintah mewajibkan menonton film G30S. Karena perintah itu, Gatot menyebut langsung dicopot dari jabatan sebagai Panglima TNI.
-
Kapan peristiwa G30S PKI terjadi? Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 1975, G30S PKI adalah peristiwa pengkhianatan atau pemberontakan yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan atau pengikut-pengikutnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 30 September 1965, termasuk gerakan atau kegiatan persiapan serta gerakan kegiatan lanjutannya.
-
Kapan peristiwa G30S/PKI terjadi? Tanggal 30 September sampai awal 1 Oktober 1965, menjadi salah satu hari paling kelam bagi bangsa Indonesia.
-
Mengapa G30S PKI menjadi salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia? Bagaimana tidak, G30S PKI dikenal sebagai salah satu upaya penghianatan besar yang pernah terjadi di Indonesia.
-
Apa tujuan utama dari peristiwa G30S PKI? Terdapat latar belakang dan tujuan tertentu yang berada di balik sejarah G30S PKI yang kelam ini. G30S PKI dilakukan bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan saat itu.
-
Bagaimana cara para pelaku G30S PKI melakukan upaya penggulingan pemerintahan? Gerakan ini pada awalnya hanya mengincar Perwira Tinggi dan Dewan Jenderal dengan menculik mereka untuk dibawa serta disekap di Lubang Buaya. Akan tetapi dalam pelaksanaanya, 3 orang langsung dibunuh di tempat.
-
Siapa saja yang disebut sebagai aktor utama dalam peristiwa G30S/PKI? Di belakang Gerakan 30 September ada Ketua CC PKI DN Aidit, Kepala Biro Chusus PKI Sjam Kamaruzaman, Letkol Untung, Brigjen Soepardjo dan sejumlah tokoh lain.Mereka disebut aktor utama peristiwa berdarah tersebut.
"Pak Gatot, dengan segala hormat saya ingin mengatakan bahwa penjelasan itu tidak masuk akal dan di era Abdurrahman Wahid (Gus Dur) usaha untuk melakukan semacam pembenahan terhadap kerusakan sendi kehidupan berbangsa dari praktik politik masa lalu itu memang sangat kontroversial dengan mengusulkan pencabutan TAP MPRS 66," ujar Usman saat mengisi Webinar bertema 'Penggalian Fosil Komunisme untuk Kepentingan Politik?' yang digelar Selasa (29/9).
Usman menambahkan, Gus Dur bahkan sempat menyatakan permintaan maaf atas tragedi 1965 dan mengupayakan rekonsiliasi akar rumput hingga merehabilitasi nama mereka.
"Presiden Abdurrahman Wahid bahkan pernah berupaya merehab nama orang-orang yang pernah diperlakukan secara sewenang-wenang dengan tuduhan PKI," nilai Usman kala membantah pandangan Gatot tentang bangkitnya PKI.
Namun usaha Gus Dur kandas dikarenakan kebijakan Amien Rais sebagai ketua MPR dan Menteri Hukum Yusril Ihza Mahendra yang tidak menyetujui niatan rekonsiliasi tersebut.
"Akhirnya di masa pemerintahan Ibu Megawati pelarangan kembali terhadap orang-orang dianggap terlibat atau PKI, bahkan mereka dilarang terlibat di dalam proses pemilihan umum," ucap Usman.
Film G30S
Gatot Nurmantyo juga mengaku dicopot oleh Presiden Joko Widodo setelah memberikan perintah kepada jajaran TNI untuk wajib menggelar nonton bersama film G30S.
"Saat saya menjadi panglima TNI saya melihat itu semuanya maka saya perintahkan jajaran saya untuk menonton G30S/PKI. Pada saat itu saya punya sahabat dari salah satu partai saya sebut saya PDI menyampaikan 'Pak Gatot hentikan itu' kalau tidak pak Gatot akan diganti," ujar Gatot dilihat dari tayangan Youtube pada Rabu (23/9).
Sebagai eksponen 98, Usman Hamid lebih melihat Gerakan 30 September sebagai langkah penggulingan Soekarno karena berseberangan dengan kerja sama ekonomi dengan Amerika dan Eropa.
"Angkatan Darat di bawah Soeharto memimpin pembelaan terhadap Soekarno dari PKI, karenanya para aktivis (98) banyak menunjukkan bahwa akhir cerita gerakan tersebut adalah berakhirnya kekuasaan Soekarno dan bermulanya kekuasaan Soeharto," ungkap Usman.
Karena itu, film G30S dinilai bukan sebagai film dokumenter. Melainkan fiksi yang dibalut dokumen pemberitaan sejarah. Film ini menjadi alat propaganda politik.
"Melegitimasi naiknya kekuasaan Soeharto yang ditopang militer," tutur Usman.
Film itu juga dinilai melegitimasi pembunuhan massal atas orang yang dituduh komunis. "Dalam gelombang kedua pembunuhan dilakukan bukan hanya terhadap mereka yang dipersangkakan sebagai bagian dari komunis, namun juga para loyalis Soekarno."
Reporter: Muhammad Radityo
Sumber: Liputan6.com