Pengamat: Penanganan teroris oleh Densus menebar kebencian
Cara-cara brutal dan koboi yang dilakukan Densus tidak didukung lagi oleh masyarakat. Polisi pun diminta berbenah diri.
Densus 88 kembali menembak mati seorang terduga teroris di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) bernama Nudin. Anehnya, kronologi penembakan teroris yang disampaikan polisi berbeda dengan temuan dari Komnas HAM di lapangan.
Dalam kronologi yang dibeberkan kepolisian, Nudin yang berboncengan tiba-tiba menabrakan sepeda motornya dan langsung menembak mobil polisi. Namun temuan Komnas HAM yang bersumber dari keterangan saksi mata dan warga di sekitar berkata lain. Versi ini menyebut mobil polisi yang telah mengintai langsung menabrak motor Nudin. Nudin lalu diberondong tembakan hingga tewas, namun temannya berhasil melarikan diri.
Akibat aksi tembak tersebut, ratusan warga Poso semalam mendatangi Mapolres Poso. Mereka meminta polisi mengembalikan jenazah Nudin yang tewas terkapar diberondong peluru polisi. Warga juga protes cara represif yang dilakukan polisi.
Atas tindakan ini, pengamat teroris Al Chaidar pun menyayangkan tindakan represif yang dilakukan aparat. Menurutnya, tindakan represif yang dilakukan oleh Densus 88 justru menanamkan kebencian di hati keluarga dan masyarakat.
"Saya cenderung percaya versi Komnas HAM yang bersumber dari masyarakat. Penanganan seperti itu justru malah menebar kebencian lagi dan menimbulkan konflik lagi," ujar Al Chaidar saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa (11/6).
Menurut Al Chaidar, polisi harusnya bertindak profesional ketika menangani setiap kasus termasuk terorisme. "Yang saya lihat penanganan teroris lebih cenderung bersifat sentimen dan tidak profesional," terangnya.
Tindakan represif terhadap kelompok mujahidin, lanjut Chaidar, justru akan menimbulkan spirit dan perjuangan semakin bertambah. Kelompok-kelompok mujahid, seharusnya ditangani dengan cara lemah lembut dan profesional.
"Mereka ini bukan seperti kelompok narkoba atau pencuri motor. Polisi harus profesional dan merangkul, bukan malah menebar kebencian di mata kelompok mujahid dan warga," terangnya.
Protes keras dan demo yang dilakukan warga Poso semalam, lanjut Chaidar juga membuktikan bahwa cara-cara brutal dan koboi yang dilakukan Densus tidak didukung lagi oleh masyarakat. Polisi pun diminta berbenah diri.
"Bertindak emosional seperti itu tidak ada gunanya dan justru menambah kebencian. Kalau polisi profesional mereka bisa merangkul, tetapi cara represif seperti koboi itu justru tidak didukung oleh masyarakat," terangnya.