Mengenal Terebang Gebes, Seni Tetabuhan Rebana Khas Tasik yang Bikin Pendengarnya Hilang Kesadaran
Pendengar kesenian ini konon bisa hilang kesadaran dan ikut menari.
Pendengar kesenian ini konon bisa hilang kesadaran dan ikut menari.
Mengenal Terebang Gebes, Seni Tetabuhan Rebana Khas Tasik yang Bikin Pendengarnya Hilang Kesadaran
Terebang Gebes merupakan salah satu kesenian tradisional tetabuhan rebana khas Tasikmalaya, Jawa Barat. Kesenian ini mulanya dimainkan sebagai hiburan, lalu berkembang menjadi media dakwah yang populer.
Sebagai salah satu warisan budaya nenek moyang, kesenian ini tidak terlepas dari adanya unsur magis di dalamnya. Konon barangsiapa yang mendengarkan akan mengalami kehilangan kesadaran selama beberapa saat.
-
Mengapa Tari Petake Gerinjing penting bagi budaya Indonesia? Kemudian, tarian ini bukanlah hanya sekedar seni tradisional saja, tetapi juga menjadi sarana menyampaikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan pesan moral.
-
Dimana Tari Kecak berasal? Tari Kecak berasal dari pulau Bali Indonesia.
-
Apa yang dimaksud dengan Tari Ngebeng? Tari Ngebeng merupakan seni pertunjukan yang berasal dari Desa Rambutan Masam, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.
-
Kenapa Tari Gegerit terancam punah? Tari Gegerit memang sudah dipentaskan dalam waktu yang cukup lama. Namun, kini keberadaannya sudah semakin terbatas karena sudah tidak banyak masyarakat yang menampilkannya sehingga terancam punah.
-
Dimana Tari Rayak-rayak Sukabumi berasal? Tari ini merupakan kesenian asli wilayah Sukabumi, dan menjadi warisan turun temurun dari nenek moyang.
-
Tari Kecak menghasilkan musik bagaimana? Melainkan hanya menggunakan suara 'cak' yang dihasilkan oleh para penari itu sendiri. Para penari tari Kecak menggambarkan kekuatan dan kekompakan melalui gerakan.
Banyak di antara para pendengar kesenian ini mengalami kejadian seolah kesurupan karena terbawa suasana. Selain untuk media dakwah,Terebang Gebes juga biasa dimainkan untuk menghormati leluhur tanah Pasundan, salah satunya Dewi Nyi Pohaci yang dipercaya sebagai simbol kesuburan bumi.
Asal Usul Nama Terebang Gebes
Mengutip jurnal yang ditulis oleh Leli Deniati berjudul “Seni Terebang Gebes dalam Ritual Hajat Lembur pada Grup Candralijaya di Kecamatan Tanjungjaya Kabupaten Tasikmalaya”, kesenian ini berangkat dari tradisi alat musik pukul yang mirip dengan rebana.
Nama Terebang sendiri diartikan sebagai alat musik yang bisa membuat pendengarnya kehilangan kesadaran, karena mengalami perjalanan spiritual. Warga yang berada di pertunjukan Terebang Gebes seolah menarik di luar kendalinya untuk menikmati irama tetabuhan dalam rangka mengingat sang pencipta.
Sedangkan Gebes, ada yang mengartikan sebagai besar. Ini terkait bentuk alat musik pukul yang dimainkan dengan bobot hingga 30 kilogram.
Dahulu untuk Syukuran Panen
Awal mula Terebang Gebes tidak ada yang mengetahuinya secara pasti. Namun dari segi fungsi, kesenian ini selalu identik dengan tradisi pertanian.
Sebagai daerah agraris, wilayah tatar priangan selatan memiliki banyak kebudayaan pertanian. Terebang Gebes jadi salah satunya sebagai ucapan rasa syukur karena proses menanam sampai memanen yang dilakukan warga menjadi lancar.
Tetabuhan yang berirama ini menjadi ciri rasa hormat mereka kepada leluhur pemberi panen yang berlimpah, yakni Dewi Sri Pohaci. Namun di samping untuk ritus, terselip juga doa-doa agar panen tersebut membawa keberkahan.
Dimainkan di Area Sawah Maupun Perbukitan
Terebang Gebes dulunya tidak boleh dimainkan sembarangan. Alat musik tersebut harus ditampilkan di area persawahan, atau lahan kosong dekat perbukitan. Kemudian, pertunjukannya akan menyita perhatian warga dan siapapun untuk datang serta menyaksikan.
Untuk irama Terebang Gebes sebenarnya memiliki tiga pola bebunyian. Pertama adalah jengjleung, dekdok dan jengjleung serta dekdog.
Untuk pola pertama, waditra atau pemainnya akan menabuh secara santai dengan dua pukulan. Pertama memakai tenaga, lalu tambahan sebagai akses. Sedangkan pola kedua, yakni dekdog dimainkan dengan lebih kuat dan cepat. Terakhir, adalah kombinasi keduanya.
Sebagai Media Dakwah dan Hiburan
Di awal, kesenian ini berfungsi sebagai ritus dan dikhususkan untuk penghormatan kepada nenek moyang. Kemudian setelah agama Islam masuk, fungsinya berubah yakni sebagai media pengenalan agama yang dimainkan oleh tokoh setempat.
Penggunaan kesenian sendiri cukup efektif, karena warga menjadi tertarik dengan pesan yang disampaikan. Lalu riuhnya irama juga menjadi kepuasan tersendiri bagi pendengarnya dan membawa sisi semangat dalam hidup.