Penghulu di Solo tolak layani pernikahan di luar jam kerja
Karena pemerintah tak menganggarkan uang transportasi di luar jam kerja.
Para penghulu di wilayah bekas karisidenan Surakarta mendesak pemerintah untuk menanggung ongkos transportasi ke tempat ijab kabul dan kompensasi pelayanan di luar waktu bertugas. Apabila tidak sanggup, maka pemerintah harus meninjau ulang aturan tentang pelaksanaan akad nikah di luar KUA.
Desakan tersebut disampaikan Koordinator Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Surakarta, Aminudin Azin, di Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/12). "Kami sepakat menolak melayani pencatatan perkawinan di luar jam kerja dan di luar Kantor Urusan Agama (KUA) mulai 1 Januari 2014, apabila aturan pelaksanaan akad nikah dalam PMA No 11/2007 tak segera ditinjau kembali. Para penghulu juga menolak menerima uang dari mempelai karena khawatir terjerat pidana," ujarnya.
Tuntutan APRI Surakarta tersebut dilatarbelakangi pemidanaan terhadap Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kediri, Romli. "Kami tak mau bernasib sama, hanya gara-gara menerima uang dari mempelai yang dianggap bentuk pungutan liar dan gratifikasi," ucapnya.
Menurut Aminudin, uang transport yang diterima penghulu ini tidak bisa dikatakan kesalahan KUA. Mengingat, PMA No 11/2007 pasal 21 mengatur akad nikah di KUA dan di luarnya. Padahal para penghulu sudah mengorbankan tenaga dan waktu yang tidak ditanggung negara.
"Kami juga menunggu kompensasi senilai Rp 390.000 untuk jasa profesi dan Rp 110.000 untuk transportasi. Usulan ini tengah diperjuangkan oleh Kemenag RI melalui APBN 2014," tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama ratusan penghulu dari Kota Solo, Kabupaten Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Sragen, Karanganyar dan Wonogiri mendeklarasikan APRI wilayah Karisidenan Surakarta. Selain deklarasi, mereka juga sekaligus membacakan pernyataan sikap.