Perda dibatalkan Mendagri, Wali Kota Solo akan surati Presiden
Pembatalan perda itu sangat memberatkan Kota Solo, bahkan bisa mengancam pendapatan asli daerah yang cukup besar.
Pembatalan Peraturan Daerah (perda) tentang Pajak Daerah oleh Menteri Dalam Negeri, membuat Pemerintah Kota Solo kebingungan. Sebab, jika benar Solo terancam miskin, PAD dari sektor pajak akan berkurang hingga Rp 250 miliar.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan pihaknya berencana menyurati presiden terkait pembatalan perda tersebut. Dia menyatakan, pembatalan perda itu sangat memberatkan Kota Solo, bahkan bisa mengancam pendapatan asli daerah yang cukup besar.
"Pembatalan perda sangat merugikan kami. Pendapatan dari sektor pajak daerah menjadi andalan kami. Dalam setahun, mereka bisa mengumpulkan pajak daerah hingga Rp 250 miliar," ujar Rudyatmo di kantornya, Jumat (24/6).
Rudyatmo mengemukakan, perolehan pajak daerah tersebut sebenarnya masih jauh dari nilai APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sebesar Rp 1,6 triliun pada tahun ini. Namun dari tahun ke tahun potensi pajak di Solo dari sektor perhotelan, restoran dan reklame jumlahnya terus meningkat.
Wali Kota menambahkan, penerapan Perda tentang Pajak Daerah tidak sekadar berorientasi pada pendapatan asli daerah. Namun juga memiliki fungsi pengendalian.
Dia mencontohkan, penerapan pajak reklame yang berfungsi untuk mengendalikan pemasangan reklame oleh warga maupun perusahaan.
"Saya akan mengirimkan surat keberatan atas pembatalan perda tersebut kepada presiden," tandasnya.
Kendati demikian, dia masih menunggu penjelasan dari Kementerian Dalam Negeri mengenai pembatalan tersebut. Rudyatmo mengaku baru mengetahui informasi pembatalan tersebut melalui laman resmi Kemendagri. Hingga saat ini pihaknya belum menerima penjelasan.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Solo, Budi Yulistyanto mengatakan perda itu mengatur delapan jenis pajak daerah. Secara keseluruhan Pemkot Solo memiliki delapan jenis pajak.
"Dua pajak yang lain yakni Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur dalam perda yang berbeda," jelasnya.