Perusahaan sawit libas lahan milik warga transmigrasi di Sultra
PT Merbau sudah ada 20 kapling atau sekitar 40 hektar lahan transmigrasi tergusur menggunakan alat berat.
Tanah milik warga transmigrasi di Desa Arongo, Kecamatan Landono, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), digusur perusahaan kelapa sawit, PT Merbau. Penggusuran ini seiring dengan ekspansi dilakukan perusahaan itu.
Akibatnya, sebanyak 110 Kepala keluarga warga eks transmigrasi yang bermukim melakukan protes. Ujang Uskadiana, salah satu warga Transmigrasi Desa Laikandonga UPTD Arongo, menjelaskan selama 4 tahun bermukim di wilayah tersebut, ratusan warga masih hidup dengan tenang dengan bercocok tanam.
Menurut Ujang, selama ini PT Merbau sudah ada 20 kapling atau sekitar 40 hektar lahan transmigrasi tergusur menggunakan alat berat untuk ditanami kelapa sawit.
Akibatnya tanaman masyarakat seperti, merica, pala, cengkeh, serai, kopi, pisang dan sejumlah tanaman perkebunan lainnya rusak karena digusur alat berat. Selain itu, adanya penggusuran ini juga menyebabkan kerusakan jalan dan jembatan di wilayah itu.
"Yang jelas kerugian imaterial tidak terhitung karena jerit tangis orang yang empat tahun merawat tanaman, ketika datang alat berat tanpa kompromi," kata Ujang, Selasa (19/4).
Seperti diberitakan Antara. Warga transmigrasi juga mempertanyakan keberadaan perusahaan kelapa sawit yang bisa mengambil lahan transmigrasi yang sudah ditempati warga selama bertahun-tahun lamanya.
Padahal penempatan transmigrasi di UPT Arongo merupakan program pemerintah mulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi hingga pemerintah kabupaten.
"Setahu saya program Transmigrasi itu program nasional, kenapa PT Merbau dari Sumatera datang ke Konawe Selatan dapat ribuan hektar," ujarnya .
Menurut Ujang, masyarakat dari UPT Arongo sudah melaporkan hal tersebut ke pemerintah Kabupaten Konawe Selatan, namun tidak ada titik terang.
Puncaknya pada 14 April lalu, warga setempat melakukan aksi blokade jalan masuk ke wilayah transmigrasi agar alat berat milik perusahaan itu tidak beraktivitas di pemukiman transmigrasi.
Warga juga sudah melaporkan ke Polresta Kendari namun tidak diterima dengan alasan kekurangan data.
Warga setempat berharap, ada upaya dari pemerintah pusat untuk menangani masalah tersebut, karena pemerintah daerah seakan tidak peduli dengan nasib masyarakat transmigrasi di UPTD Arongo.
Direkrut Wahana Lingkungan (Walhi) Sulawesi Tenggara Kisran Makati menganggap Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan dianggap lalai dalam penempatan transmigrasi tersebut.
Menurut Kisran, seharusnya pemerintah setempat memiliki data yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam pengelolaan satu kawasan.