PGLII: Seharusnya insiden Tolikara bisa dicegah sejak awal
"Kami tentu sangat sesalkan peristiwa ini," kata Rony.
Ketua Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil di Indonesia (PGLII) Rony Mandang menyesali peristiwa pembakaran musala di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, Jumat (17/7/2015) pagi. Menurut dia, kejadian tersebut seharusnya tidak terjadi jika aparat keamanan melakukan penanganan secara benar.
Roni menjelaskan, berdasarkan informasi yang diperoleh anggota GIDI di Papua, sejumlah anggota GIDI yang merasa terganggu dengan suara dari pengeras suara musala lalu mendatangi dan protes. Namun di saat bersamaan, kata dia, terjadi penembakan yang dilepaskan ke arah anggota GIDI.
"Kalau sekiranya tidak ada tembakan, mungkin tidak terjadi seperti ini," kata Rony, kantor Persekutuan Gereja Indonesia (GIDI), Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (18/7).
Dia melanjutkan, tembakan tersebut menewaskan satu anggota GIDI dan melukai 11 anggota lainnya. Belum diketahui secara pasti siapa pelaku penembakan tersebut. Anggota GIDI yang tidak terima dengan penembakan tersebut kemudian melakukan aksi perusakan dan pembakaran terhadap sejumlah kios dan musala.
"Kami tentu sangat sesalkan peristiwa ini. Tetapi juga dalam hal ini kami sangat sayangkan bahwa sebelumnya beredar surat edaran tanggal 13 Juli tentang larangan merayakan Lebaran. Seharusnya kejadian itu bisa dicegah sejak awal. Sehingga tidak perlu harus terjadi seperti yang kita ketahui sebagaimana yang terjadi," tuturnya.
Roni mengatakan, pihaknya sebagai lembaga yang membawahi Gereja Injil di Indonesia (GIDI) membenarkan adanya surat yang berisi larangan bagi umat Muslim di Tolikara untuk menjalankan Salat Idul Fitri 1436 H. Namun, surat yang diterbitkan oleh GIDI di wilayah Tolikara tersebut tanpa diketahui oleh pengurus PGLII pusat.
"Kami tegaskan bahwa surat tersebut bukan suara PGLII. Kami tidak pernah sepakat atau setuju dengan isi surat tersebut," ujarnya menegaskan.