Pidato Soeharto saat menemukan jenazah pahlawan revolusi
Soeharto mengucapkan pidato di depan wartawan dan prajurit di Lubang Buaya.
Hari ini, tepat 47 tahun lalu, jenazah tujuh pahlawan revolusi berhasil diangkat di Lubang Buaya. Tugas itu dijalankan oleh Pasukan Intai Amfibi KKO TNI AL dengan masuk ke dalam sebuah sumur tua dan memasang tali guna mengevakuasi jenazah.
Sementara itu, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menjaga ketat lokasi sekitar Lubang Buaya. Dengan senjata terisi penuh, mereka bersiaga. Apalagi malam sebelumnya pasukan Cakrabirawa mencoba mengambil jenazah di dalam sumur. Upaya itu gagal karena pasukan RPKAD berhasil mengusir mereka.
Panglima Kostrad Mayjen Soeharto memimpin penggalian jenazah. Satu per satu jenazah dinaikkan dari dasar sumur. Kondisinya sudah busuk karena sudah tiga hari lebih terkubur dalam sumur yang lembab.
Jenazah Letjen Achmad Yani, Mayjen Mas Tirtodarmo Harjono, Mayjen Siswondo Parman, Mayjen Suprapto,
Brigjen Donald Isaac Pandjaitan, Brigjen Sutojo Siswomihardjo dan Lettu Pierre Tendean langsung dimasukan dalam peti.
Hadirin yang berada di Lubang Buaya diselimuti kemarahan melihat jenazah tujuh pahlawan revolusi. Marah, sedih, haru menyesak bercampur baur. Kebencian pada para penculik dari Gerakan 30 September memuncak.
Soeharto mengucapkan pidato dengan suara berat.
"Pada hari ini 4 Oktober 1965, kita bersama-sama dengan mata kepala masng-masing, kita menyaksikan pembongkaran jenazah para jenderal kita dengan satu perwira pertama dalam satu lubang sumur lama. Jenderal-jenderal kita dan perwira pertama ini telah menjadi korban kebiadaban dari petualang yang dinamakan Gerakan 30 September.
Kalau melihat daerah ini ada di kawasan lubang buaya. Daerah Lubang Buaya termasuk Lapangan Halim. Kalau saudara melihat fakta dekat sumur ini, telah menjadi pusat latihan dari sukwan dan sukwati yang dilaksanakan oleh Angkatan Udara. Mereka melatih anggota Pemuda Rakyat dan Gerwani.
Satu fakta mungkin mereka latihan dalam rangka pertahanan pangkalan tapi menurut anggota Gerwani yang dilatih di sini dan ditangkap di Cirebon, adalah pulang dari Jateng, jauh dari daerah tersebut.
Jadi, kalau melihat fakta-fakta, apa yang diamanatkan Presiden dan Pemimpin Besar Revolusi yang sangat kita cintai, bahwa Angkatan Udara tidak terlibat, mungkin ada benarnya. Tapi, tidak mungkin, tidak ada hubungan dari peristiwa ini daripada oknum-oknum Angkatan Udara.
Saya sebagai anggota daripada Angkatan Darat mengetok jiwa dan perasaan daripada patriot Angkatan Udara bilamana benar-benar ada oknum yang terlibat dengan pembunuhan yang kejam dari para jenderal kita yang tidak berdosa ini.
Saya berharap anggota patriot Angkatan Udara membersihkan anggota Angkatan Udara yang terlibat petualangan ini.
Saya berterimakasih akhirnya Tuhan memberikan petunjuk yang terang jelas pada kita sekalian. Bahwa setiap tindakan yang tidak jujur, bahwa setiap tindakan yang tidak baik akan terbongkar. Saya berterimakasih pada satuan-sartuan khususnya resimen Parako, KKO, satuan lainnya serta rakyat, yang membantu menemukan bukti ini dan turut serta mengangkat jenazah ini. Sehingga seluruh korban bisa ditemukan."
Saat itu Jakarta diselimuti kesedihan. Mendung menggelayuti langit Jakarta. Penemuan jenazah tujuh pahlawan revolusi adalah salah satu momen paling menentukan sejarah Orde Baru. Sebagai balas dendam, kelak lebih dari satu juta anggota dan kader PKI turut menjadi korban Revolusi Oktober.