Pihak Tommy Sumardi: Bawa Kabareskrim, Irjen Napoleon Ingin Selamatkan Diri
"Anehnya, di BAP, dia tidak pernah bicara soal nama Kabareskrim dan Aziz Syamsuddin," ungkap pengacara Tommy Sumardi.
Kuasa Hukum Tommy Sumardi, Dion Pongkor membantah keterangan Irjen Napoleon Bonaparte yang membeberkan kedekatan kliennya dengan Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Saat bersaksi untuk terdakwa Tommy, Selasa (24/11), Napoleon mengungkap klaim kedekatan Tommy dengan Listyo dan Azis saat mengajukan permohonan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
-
Siapa yang mengundurkan diri dari Irjen Kemendag? Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan, calon Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi telah mengundurkan diri dari jabatan Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan (Irjen Kemendag).
-
Apa yang dipajang dalam pameran seni rupa tentang IKN? Lembaga Perupa Kalimantan Timur menggelar pameran seni rupa 'Antara Kecemasan dan Harapan' tentang proyek Mercusuar IKN.
-
Kapan Raja Narasinga II memerintah? Dia memerintah sejak tahun 1473.
-
Kapan Irjen Agung Setya naik pangkat menjadi Jenderal Bintang 3? Upacara digelar di Rupattama Mabes Polri, Jakarta, pada Sabtu (29/6).
-
Siapa yang terlibat dalam tim terpadu pembebasan lahan IKN? Tim terpadu itu terdiri dari komponen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Badan Pertanahan Nasional.
-
Kapan Piramida Pugung Raharjo ditemukan? Situs ini ditemukan secara tidak sengaja oleh kelompok transmigran pada 1957.
Menurut Dion, Napoleon banyak mengarang cerita saat bersaksi untuk terdakwa Tommy Sumardi. Terlebih, apa yang disampaikannya itu merupakan hal baru yang tak ada di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Itu omongan dia (Napoleon Bonaparte) tidak benar. Dia hanya klaim saja tanpa didukung bukti yang sahih," kata Dion kepada wartawan, Jakarta, Rabu (25/11).
Dion memastikan, pernyataan terbaru Napoleon Bonaparte yang mengkaitkan kliennya dengan Kabareskrim dan Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin hanya ilusi semata. Pasalnya, dalam persidangan, kliennya telah membantah semua pernyataan Napoleon.
"Anehnya, di BAP, dia tidak pernah bicara soal nama Kabareskrim dan Aziz Syamsuddin," ungkapnya.
Dion mensinyalir, apa yang disampaikan Napoleon sebagai upaya menggiring opini. Hal ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian dari jerat hukum yang sedang dijalani. Modus yang dipakai Napoleon, kata Dion, ini lumrah dibuat oleh para terdakwa yang tengah berurusan dengan hukum.
"Biasalah, yang namanya terdakwakan, dia lempar isu apa saja untuk menyelamatkan diri," jelasnya.
"Yang pasti, silakan menilai tabiat terdakwa. Dia tidak mengakui perbuatannya, soal surat ke imigrasi hapus red notice Djoko Tjandra, keterangannya berbeda dengan bawahannya, soal pertemuan dengan Tommy Sumardi dia menyangkal waktunya. Sehingga berbeda dengan keterangan dua Sesprinya sendiri, berbeda juga dengan alat bukti elektronik berupa WhatsAppnya sendiri yang mengkonfirmasi pertemuan, bisa dipercaya apa enggak orang macam itu," sambungnya.
Dion menegaskan, apa yang disampaikan oleh Napoleon tersebut juga sudah dibantah langsung oleh kliennya dalam persidangan tersebut.
"Pak Tommy Sumardi bilang itu tidak benar itu. Enggak ada omongan bawa-bawa Kabareskrim, Aziz Syamsudin, karena enggak ada hubungan sama mereka. Makanya, saya challenge dengan BAP Napoleon. Dalam BAP-nya tidak pernah menyebut nama Kabareskrim dan Azis Syamsuddin. Jadi, apakah Napoleon bohong atau tidak? Silakan publik yang menilai sendiri," pungkasnya.
Nama Kabareskrim dan Azis Syamsuddin
Sebelumnya, Mantan Kadiv Hubinter Irjen Napoleon Bonaparte bersaksi untuk terdakwa Tommy Sumardi di sidang kasus dugaan suap pengurusan penghapusan Djoko Tjandra dari daftar red notice interpol. Napoleon menyebut nama Kabareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin dalam persidangan.
Dia bercerita awalnya diperkenalkan dengan pengusaha tersebut oleh Kabiro Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo awal April 2020. Saat berada di ruangannya, Tommy meminta bantuan Napoleon untuk mengecek status red notice Djoko Tjandra.
"Setelah dikenalkan tidak berapa lama pada saat itu, terdakwa mengatakan pada Brigjen Prasetijo, 'Silakan bintang satu keluar dari ruangan ini urusan bintang tiga'. Sehingga Brigjen Prasetijo menunggu di ruang sespri saya. Sehingga saya berada di ruangan dengan terdakwa, pada saat itu terdakwa menjelaskan maksud dan tujuan, untuk minta bantuan mengecek status red notice Djoko Tjandra," kata Napoleon di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (24/11).
Napoleon mengaku awalnya tidak percaya dengan Tommy. Dia balik bertanya kedekatan Tommy dengan Djoko Tjandra. Dia heran, Tommy bisa mengajak Prasetijo Utomo yang berpangkat Brigjen untuk menemuinya.
"Lalu saya bertanya kepada terdakwa, saudara ini siapanya Djoko Tjandra? Lawyernya? Bukan. Keluarga? Bukan. Saudara apa Djoko? Saya temannya jawab terdakwa. Saya masih belum yakin. Dan tidak mudah memang diyakinkan untuk urusan sebesar ini. Lalu berceritalah terdakwa bahwa beliau ke sini sampai bisa membawa Brigjen Pol Prasetijo Utomo ke ruangan saya, itu juga menjadi pertanyaan saya. Kok bisa ada orang umum membawa seorang Brigjen Pol untuk menemui saya, dan Brigjen ini mau," ujar Napoleon.
Kemudian, kata Napoleon, Tommy mengaku sudah mendapat restu dari Kabareskrim untuk menemuinya. Bahkan, Tommy menawarkan diri untuk menelepon Kabareskrim.
"Terdakwa yang mengatakan, ini bukan bahasa saya, tapi bahasa terdakwa pada saya, menceritakan kedekatan beliau, bahwa ke tempat saya ini sudah atas restu kabareskrim polri. Apa perlu telepon beliau? Saya bilang tidak usah, saya bilang Kabareskrim itu junior saya, tidak perlu. Tapi saya yakin bahwa kalau seorang Brigjen Pol Prasetijo Utomo dari Bareskrim dibawa ke ruangan saya, ini pasti ada benarnya," jelas dia.
Mendengar jawaban Tommy, Napoleon lagi-lagi tidak percaya. Menurut dia, Tommy lantas menghubungi seseorang yang ternyata Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Telepon tersebut sempat diserahkan ke Napoleon.
"Tetapi saya kembali tidak mudah percaya lalu melihat gestur saya kurang percaya. Terdakwa menelpon seseorang. Setelah sambung, terdakwa seperti ingin memberikan teleponnya pada saya. Saya bilang siapa yang anda telepon mau disambungkan pada saya? Terdakwa mengatakan 'bang Azis', 'Azis siapa?' 'Azis Syamsuddin'.'Oh Wakil Ketua DPR RI? Ya'. Karena dulu waktu masih pamen saya pernah mengenal beliau, jadi saya sambung, 'Assalamualaikum, selamat siang Pak Azis, Eh bang apa kabar?. Baik'," tutur Napoleon.
Lewat sambungan telepon, Napoleon mengatakan sempat meminta arahan Azis bahwa Tommy meminta agar dilakukan pengecekan status red notice Djoko Tjandra.
"Pak Azis saya sampaikan, ini di hadapan saya ada kedatangan Pak Haji Tommy Sumardi. Dengan maksud tujuan ingin mengecek status red notice. Mohon petunjuk dan arahan pak. 'Silakan saja, pak Napoleon'. 'Baik'. Kemudian telepon ditutup, saya serahkan kembali. Menggunakan nomor handphone terdakwa," ucap dia.
"Jadi terus terang, saya melihat pertama kedatangan Brigjen Prasetijo mengantarkan Pak Tommy menemui saya pasti ada sesuatu. Dan betul kemudian terdakwa menceritakan banyak hal pada saya tentang kedekatan beliau dengan Kabareskrim Polri," terang Napoleon.
Irjen Napoleon didakwa menerima aliran uang SGD 200 ribu dan USD 270 ribu dari terdakwa Tommy Sumardi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Napoleon memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI yaitu surat nomor B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tanggal 29 April 2020, surat nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI tanggal 04 Mei 2020, surat nomor 8 1036/V/2020/NCB-Div HI tgi 05 Mei 2020.
(mdk/rnd)