Polisi rampas kamera dan ancam jurnalis di Papua saat liput demo
Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw, memerintahkan anak buahnya minta maaf kepada awak media.
Aksi kekerasan kepada awak media massa di Papua kembali terjadi. Tepatnya pada Kamis (8/10) pekan lalu, beberapa jurnalis mengalami perlakuan kasar dari polisi saat meliput aksi unjuk rasa.
Pada hari itu, Solidaritas Korban Pelanggaran (SKP) Hak Asasi Manusia Papua menggelar aksi unjuk rasa damai, dengan tujuan ke kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) di pusat Kota Jayapura.
Sebelum ke tempat tujuan, para aktivis SKP HAM terdiri dari gabungan kelompok mahasiswa, frater/biarawan, dan organisasi kepemudaan berkumpul di kawan Merpati Abepura. Tepatnya di seberang jalan Gereja Katolik Gembala Baik. Mereka berorasi dan membagikan selebaran terkait insiden kekerasan terjadi di Paniai pada 8 Desember 2014.
Abeth You, wartawan Majalah Selangkah dan Tabloidjubi.com diundang meliput aksi damai para aktivis Papua itu. Namun, saat menjalankan tugas jurnalistiknya, hasil reportasenya dirampas oleh polisi.
"Setelah foto-foto para aktivis, tak berapa lama kemudian datang satu truk Dalmas dari Kepolisian Resor Jayapura Kota membubarkan masa pendemo. Ada oknum polisi yang bertindak kasar kepada pendemo, dan ada oknum polisi yang mendatangi saya merampas kamera dan menghapus foto-foto," kata Abeth, seperti dilansir dari Antara, Senin (12/10).
Berusaha membela diri, Abeth telah menjelaskan kepada polisi itu kalau dia adalah seorang wartawan. Namun polisi itu tidak menggubris, meskipun Abeth sudah memperlihatkan kartu pers.
"Bahkan pimpinan aksi demo damai sudah jelaskan bahwa saya adalah wartawan tapi, tidak dimaklumi juga. Pimpinan polisi saat itu juga tidak bergeming atau melerai bawahannya yang bertindak kasar dan tidak paham kerja pers," ujar Abeth You.
Sementara itu, lain lagi dengan yang dialami Abdel Gamel Naser. Wartawan Harian Cenderawasih Pos mengakui ada polisi sengaja melarang dia dan jurnalis lain meliput aksi demo damai itu.
"Saya sendiri sempat didekati beberapa polisi bersenjata, namun mereka mundur setelah melihat ID pers. Hanya sebelum mundur mereka tunjuk saya agar tidak memotret sembarang. Dari jauh saya lihat kontributor Suara Papua dan Majalah Selangkah, Julian Howay, dikejar anggota preman (polisi)," kata Gamel.
Tidak jauh dari lokasi itu, lanjut Gamel, wartawan Suarapapua.com, Oktovianus Pogau, dan Abeth You terlihat adu mulut dengan Wakapolres Jayapura Kota.
"Katanya, Wakapolres sempat berbicara dengan Kapolda Papua via telepon seluler milik Oktovianus Pogau, terkait aksi demo dan tindakan kasar oknum polisi," ujar Gamel.
Menanggapi aksi perampasan dan intimidasi terhadap awak media beberapa waktu lalu, Indonesia Journalist Network (IJN) atau Jaringan Jurnalis Indonesia Provinsi Papua dan Papua Barat, menilai tindakan polisi merampas dan menghapus foto-foto milik Abraham Abeth You melanggar Undang-Undang Pers.
Koordinator divisi advokasi IJN Papua dan Papua Barat, Jefry Patirajawane, mengatakan, anggota polisi dari Kepolisian Resor Jayapura Kota itu telah mencoreng citra Polri, sebagai penegak hukum profesional.
"Dengan peristiwa yang menimpa rekan kita Abeth pada Kamis pekan lalu, menunjukkan bahwa slogan, kita adalah mitra, hanya isapan jempol belaka, yang kerap kali dilontarkan oleh petinggi Polri di Papua," kata Jefry.
Jefry mengatakan, anggota polisi itu telah melanggar pasal 4 dan 2 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
"Kami tidak setuju pada perlakuan oknum polisi yang kurang sopan itu. Perampasan dan penghapusan data dimiliki jurnalis merupakan tindakan perbuatan melawan hukum. Sehingga harapan kami pelaku (oknum polisi) segera ditangkap dan diproses sesuai UU Pers," ujar Jefry.
Secara terpisah, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Patrige mengatakan, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, telah memerintahkan anak buahnya di lapangan meminta maaf kepada Abeth dan rekan-rekannya.
"Kalau mengenai permintaan lain, seperti pencopotan jabatan itu, saya sarankan para korban membuat laporan atau pengaduan ke Propam Polda Papua. Tetapi ada baiknya hal tersebut dibicarakan secara baik dengan kepala dingin, agar ada solusi yang baik ke depannya nanti," kata Patrige.