PP Muhammadiyah: Ada atau tidak ada kata pakai, itu tetap penistaan
"Kalau misalkan menggunakan kata biasa atau normal mungkin akan biasa saja, jika Ahok memakai kata-kata ‘menggunakan ayat untuk kepentingan politik’ mungkin akan relatif datar, tapi ketika ada kalimat dibohongi pakai ayat maka ini yang memang menjadi masalah baik dengan menggunakan pakai atau tanpa pakai," tegasnya
Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir berterima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok karena telah mempopulerkan ayat Alquran Surah Al Maidah ayat 51. Menurutnya, tidak pernah ada ayat yang bisa sepopuler ini di Indonesai bahkan di Dunia.
"Tidak ada ayat yang begitu populer di negeri tercinta ini selain ayat Al Maidah 51. Dan yang mempopulerkan adalah Gubernur Ahok yang alhamdulilah beliau telah menyadarkan kita tentang ayat yang mungkin kita belum hafal dengan isi-isinya," kata Haedar dalam acara pengajian bulanan di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng Jakarta Pusat, Jumat (11/11) malam.
Menurut Haedar, jika Ahok menyampaikan ayat ini hanya dalam bentuk terjemahan tanpa embel-embel ujaran yang lainnya akan menjadi sesuatu yang dahsyat. Karena seorang non muslim bisa hafal terjemahan ayat Al Quran.
"Ketika Ahok menyampaikan mungkin kalau hanya menyampaikan terjemahan ayat ini apalagi kalau beliau hafal dahsyat sekali pasti gak akan jadi masalah, paling orang bertanya-tanya kok Ahok kenapa baca ayat itu di acara ini," jelasnya.
Tapi menurut Haedar, karena ujarannya berbeda maka dampaknya juga berbeda.
"Kalau misalkan menggunakan kata biasa atau normal mungkin akan biasa saja, jika Ahok memakai kata-kata ‘menggunakan ayat untuk kepentingan politik’ mungkin akan relatif datar, tapi ketika ada kalimat dibohongi pakai ayat maka ini yang memang menjadi masalah baik dengan menggunakan pakai atau tanpa kata pakai," tegasnya.
Haedar mengungkapkan maksud ucapan Ahok mungkin bukan menistakan agama. Tapi karena bahasa yang dipilihnya salah maka maknanya pun menjadi berubah.
"Mungkin maksudnya adalah ‘Lawannya Ahok menggunakan ayat ini untuk tidak memilih Ahok’ tetapi karena Ahok memakai kata dibohongi pakai maka dikategorikan sebagai proses pembohongan. Ayat ini seolah-olah dipakai sebagai alat untuk berbohong," ungkapnya.
Dia juga menambahkan karena Ahok adalah non muslim maka efek yang ditimbulkan karena ucapan ini sangat besar. Kalau orang muslim yang mengucapkanya juga memang bermasalah juga tapi lebih bermasalah lagi kalau yang mengucapkan non muslim.
"Apalagi kalau kita lihat lagi track recordnya Pak Ahok ini seperti pemain bola yang sudah banyak melakukan pelanggaran lalu akhirnya ketahuan wasit. Masalah suku, ras, agama dan golongan memang susah kalau disampaikan di depan publik," kata Haedar.
Selanjutnya, Haedar menyatakan bahwa dampak ucapan ini menjadi meluas dan menyebabkan keresahan, ketersinggungan, rasa direndahkan dan dihina di kalangan umat muslim dan itu sudah termasuk unsur pidana.
"Unsur 156a KUHP bisa terpenuhi. Dampak dari pernyataan itu sudah terbukti meluas baik dalam konteks maupun akibat yakni menimbulkan keresahan maka munculah aksi demo yang kemudian dikenal dengan 411 yakni demo aksi luar biasa demo terbesar setelah demo reformasi 1998 yang bagi sebagian pimpinan itu juga di luar perkiraan mereka," terang Haedar.
"Pemerintah awalnya juga tidak membayangkan seperti itu tapi yang terjadi luar biasa. Artinya ada perasaan kolekif yang muncul secara alamiah dari perasaan keagamaan yang merasa tersingung dan terendahkan," pungkasnya.