PPATK tolak permintaan PBB bekukan aset WNI terduga teroris
Yusuf mengatakan WNI terduga teroris yang dimaksud belum ada catatan kejahatan di Indonesia.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendapat resolusi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar membekukan aset warga negara Indonesia yang diduga terlibat anggota teroris di luar negeri. Namun Ketua PPATK Muhammad Yusuf tak menemukan dasar untuk membekukan aset orang yang dimaksud PBB.
"Sekarang ini yang kita hadapi adalah resolusi dewan keamanan PBB di situ ada nama warga negara Indonesia dari luar negeri dan Indonesia yang harus dibekukan asetnya. Padahal mereka tidak pernah membuat kejahatan di Indonesia sehingga apa dasar hukum kita membekukan aset mereka," kata Yusuf usai melakukan pertemuan tertutup dalam Pembukaan APG Regional Workshop on Implementing Targeted Financial Sanctions Against Terrorism, di Ruang Olio Elan, Hotel Alila, Pecenongan Jakarta Pusat, Kamis (25/9).
Menindaklanjuti laporan itu, kata Yusuf, PPATK bersama pemerintah membuat Undang-undang nomor 9 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme.
"Kita bikin UU nomor 9 Tahun 2013, bahwa daftar PBB sebagai teroris itu kita adabkan pada hukum kita. Kita ajukan kepada Polri dan pengadilan pusat, kemudian kita bisa melakukan tindakan dasar hukum," ujarnya.
Yusuf mengatakan, PPATK tidak mau mengambil tindakan gegabah dengan langsung mengambil tindakan penegakan hukum berupa pembekuan aset orang tersebut. "Karena kalau kita langsung melaksanakan hukum kita melangggar hukum, itu namanya semena-mena. Nah untuk melaksanakan itu kita meminta keterangan para pakar ini," kata dia.
Sementara untuk pemecahan persoalan ini akan dibahas dalam forum yang sama agenda berikutnya. Hal ini jika tidak menemukan solusi soal persoalan itu.