Praktik busuk pungli di DKI tembus Rp 1,2 miliar per tahun
Angka tersebut diperoleh dari hasil investigasi Ombudsman RI.
Lembaga Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia, mengungkap adanya praktik pungutan liar dalam pelayanan perizinan buat Usaha Kecil Menengah (UKM) sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Provinsi DKI Jakarta. Bahkan, mereka memperkirakan potensi pungli itu mencapai Rp 1,2 miliar per tahun.
Dalam paparan laporan interim hasil investigasi, Anggota Ombudsman bidang Pencegahan, Muhammad Khoirul Anwar, menjelaskan titik-titik rawan pungli itu. Dia mengatakan, kesimpulan itu didapat selepas melakukan penelusuran dengan menerjunkan tim.
Tekniknya adalah menggunakan mystery shopper atau upaya pengamatan kualitas pelayanan dengan cara menyamar sebagai pemohon atau pengguna layanan. Dia melanjutkan, instansi diusut antara lain Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan di lima kota administratif di Jakarta.
Kemudian Sudin Pariwisata, Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Kecamatan Grogol Petamburan, Tanah Abang, Menteng, Mampang Prapatan dan Tebet. Sementara tingkat kelurahan diinvestigasi adalah Grogol, Tomang, Kebon Kacang, Bendungan Hilir, Kebon Sirih, Gondangdia, Mampang Prapatan, Bangka, Bukti Duri, Menteng Atas, Kelapa Gading Barat, Cipinang Cempedak dan Kampung Melayu.
Menurut Khoirul, dari hasil investigasi pada April sampai September 2014 didapat fakta adanya praktik penyelewengan pelayanan publik. Utamanya soal pengurusan izin Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Usaha Toko Modern (IUTM), Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) Hotel Melati atau Akomodasi Lainnya, dan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) Restoran atau Rumah Makan.
"Ada praktik maladministrasi terhadap para pengguna layanan," kata Khoirul saat memaparkan hasil investigasi, di Gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (16/9).
Sementara itu, Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana merinci potensi penyimpangan pelayanan publik dalam pengurusan izin-izin itu selain pungli. Antara lain, lanjut dia, ketidakseragaman persyaratan, tidak adanya kejelasan tarif, dan waktu penyelesaian layanan tanpa batas.
Dia menyatakan, setiap kelurahan dan tempat pengurusan SKDP, memiliki prosedur, tarif dan waktu penyelesaian layanan berbeda-beda tergantung bagaimana pegawai itu melihat profil pemohon izin.
"Seluruh kecamatan dan kelurahan yang menjadi obyek investigasi juga belum ada yang memenuhi komponen standar pelayanan publik sebagaimana Pasal 15 dan Bab V UU 25/2009," kata Danang.
Danang menjelaskan, kerancuan biaya menjadikan celah para pegawai negeri nakal mempermainkan pengurusan perizinan usaha bagi pegiat Usaha Kecil Menengah (UKM) di DKI Jakarta. Angka pungutannya, lanjut dia, antara Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta. Bahkan menurut dia, ada potensi penyelewengan sumbangan Zakat Infaq dan Shadaqah yang disandingkan dengan persyaratan pengajuan izin.
"Praktik seperti ini harus dihentikan secara tegas, karena Jakarta merupakan salah satu indikator dari Indonesia," ujar Khoirul.