Ratna Sarumpaet Ragukan Keterangan Saksi Ahli Bahasa yang Dihadirkan JPU
Terdakwa Ratna Sarumpaet meragukan kapasitas Prof Wahyu Wibowo, sebagai saksi ahli. Wahyu dihadirkan sebagai saksi untuk perkara penyebaran berita bohong atau hoaks dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/4).
Terdakwa Ratna Sarumpaet meragukan kapasitas Prof Wahyu Wibowo, sebagai saksi ahli. Wahyu dihadirkan sebagai saksi untuk perkara penyebaran berita bohong atau hoaks dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/4).
"Saya malah ragu dia ahli bahasa apa bukan? Karena dia selalu berputar-putar dari konteks. Dia bahkan mengabaikan kamus besar. Kamus besar itu kan memang beda banget," ucap Ratna
-
Apa yang dilakukan Ratna Sarumpaet saat melakukan kunjungan sosial di Sintang, Kalimantan Barat? Pada 1992 ia juga berkunjung ke Sintang, Kalimantan Barat dan menjalankan misi sosial. Ia juga berfoto di dalam rumah adat Dayak bersama anak-anak di sana.
-
Apa yang dilakukan Syahrini di Jakarta? Tidak ada perubahan, Syahrini selalu terlihat anggun dan menenangkan sekali.
-
Bagaimana Ratna Sarumpaet menunjukkan keaktifannya di masa Orde Baru? Di masa orde baru 1998, Ratna Sarumpaet juga aktif menyuarakan keadilan. Ia bahkan berorasi saat menduduki gedung DPR RI di tahun 1998.
-
Mengapa Ratna Sarumpaet ditangkap di tahun 1998? Sebelumnya, ia bahkan sempat ditangkap pada 11 Maret 1998 di Ancol dan ditahan selama beberapa bulan karena tuduhan makar.
-
Apa yang dilakukan Ratna Kaidah? Ratna Kaidah kini menjadi seorang selebgram Bahkan, akun instagram pribadinya sudah punya banyak follower. Media sosialnya selalu ramai dengan banyak komentar Setidaknya, ada 225 ribu orang yang mengikuti akun instagram Ratna Kaidah saat ini.
-
Siapa Rajif Sutirto? Rajif Sutirto dikenal luas sebagai Ketua Umum Relawan Konco Prabowo. Ia juga tergabung dalam partai milik Prabowo, yaitu Gerindra.
Sebelumnya, Wahyu dalam kesaksiannya menjelaskan arti kata keonaran.
Wahyu menyebutkan, keonaran tidak berarti ada keributan fisik. Keonaran pun tidak harus melibatkan banyak orang.
"Bisa saja membuat orang bertanya-tanya, membuat orang gaduh, atau heran," kata Wahyu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/4).
Wahyu menyatakan, keonaran yang terjadi di media sosial bisa disebutkan kegaduhan. Menurut dia, media sosial itu mewakili lisan seseorang.
"Jika terjadi pro dan kontra di media sosial. Orang saling mengungkapkan opini yang tidak jelas dan bisa menimbulkan perpecahan. Itu juga termasuk onar," terang dia.
Reporter: Ady Anugrahadi
Sumber: Liputan6.com
(mdk/bal)