Ratusan Siswa Jawa Timur-Bali, Buat Jembatan Berbahan Spageti di Banyuwangi
Lomba desain hingga membuat jembatan berbahan spageti ini digelar oleh Himpunan Mahasiswa Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi). Lomba membuat jembatan spageti hingga proses pengujian kekuatan jembatan berlangsung di Aula Poliwangi, Sabtu (16/11).
Ratusan siswa-siswi dari 30 sekolah di Provinsi Jawa Timur dan Bali mengikuti lomba membuat desain hingga konstruksi jembatan berbahan spageti. Bahan Spageti mentah yang belum dimasak menjadi mie, dipilih karena ringan dan keras, sehingga cocok sebagai uji coba pembuatan jembatan.
Lomba desain hingga membuat jembatan berbahan spageti ini digelar oleh Himpunan Mahasiswa Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi). Lomba membuat jembatan spageti hingga proses pengujian kekuatan jembatan berlangsung di Aula Poliwangi, Sabtu (16/11).
-
Apa yang dibangun di Banyuwangi? Pabrik kereta api terbesar se-Asia Tenggara, PT Steadler INKA Indonesia (SII) di Banyuwangi mulai beroperasi.
-
Apa yang diserahkan oleh Presiden Jokowi di Banyuwangi? Total sertifikat tanah yang diserahkan mencapai 10.323 sertipikat dengan jumlah penerima sebanyak 8.633 kepala keluarga (KK).
-
Bagaimana cara Banyuwangi memanfaatkan insentif tersebut? “Sesuai arahan Bapak Wakil Presiden, kami pergunakan insentif ini secara optimal untuk memperkuat program dan strategi penghapusan kemiskinan di daerah. Kami juga akan intensifkan sinergi dan kolaborasi antara pemkab dan dunia usaha. Dana ini juga akan kami optimalkan untuk kegiatan yang manfaatnya langsung diterima oleh masyarakat,” kata Ipuk.
-
Kenapa Banyuwangi mendapatkan insentif lagi? Ini merupakan kali kedua mereka mendapatkan insentif karena dinilai sukses menekan laju inflasi serta mendongkrak kesejahteraan masyarakat.
-
Dimana insentif diserahkan kepada Banyuwangi? Insentif tersebut diserahkan langsung Menteri Keuangan, Sri Mulyani, kepada Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, di Jakarta, Senin (6/11).
-
Apa yang dimaksud dengan santet Banyuwangi? Santet Banyuwangi punya sejarah panjang sejak zaman kerajaan. Banyuwangi dikenal dengan julukan kota santet. Kini santet sering hanya dipahami sebagai sesuatu yang buruk, padahal tidak demikian.
Pembimbing Himpunan Mahasiswa Sipil, Kampus Poliwangi Dora Melati Nurita Sandi mengatakan, lomba membuat jembatan berbahan spageti sudah rutin digelar selama 6 kali berturut turut tiap tahunnya.
Dia menjelaskan, bahan spageti dipilih sebagai uji coba pembuatan jembatan karena memiliki karakter yang keras, kaku dan ringan. Konsep tersebut di dunia konstruksi, kata Dora, juga menjadi cara untuk mengenalkan penggunaan bahan bangunan yang ramah terhadap kondisi alam yang rawan terjadi gempa maupun bencana.
"Pakai spageti itu karena ringan dan kaku. Di sipil melihat kondisi alam yang sering gempa, kita berusaha mendesain bangunan yang ringan dan kuat. Material yang bebannya berat dan besar mulai ditinggalkan," kata Dora.
Sebelum menggelar lomba membuat jembatan spageti, Poliwangi terlebih dahulu menggelar pembekalan kepada para siswa di sekolah-sekolah SMA serta SMK. Ratusan peserta yang mengikuti lomba sebelumnya telah melampaui proses uji desain konstruksi jembatan. Total terdapat 56 tim, dengan jumlah anggota tiap tim tiga orang, baik siswa laki-laki maupun perempuan.
"Kemudian pihak sekolah mengirimkan tim siswa dengan memberikan gambar desain, setalah lolos, mereka bikin jembatan sesuai desain gambar tadi," jelasnya.
Selama proses pembuatan jembatan spageti, panitia hanya menyediakan bahan spageti mentah, pisau pemotong dan lem cair. Peserta dilarang menggunakan bahan tambahan seperti tali saat proses membuat jembatan. Meski hanya menggunakan perekat lem, jembatan karya siswa ini mampu menahan beban hingga 20 kilogram.
"Nanti akan diuji dengan ditaruh beban timba dan diisi pasir secara bertahap hingga kekuatan maksimalnya kuat menahan hingga berapa kilo. Pengalaman tahun kemarin jembatan spagety dari peserta bisa menahan beban sampai 20 kilogram," katanya.
Desain-desain jembatan yang dibuat para siswa ini, kata Dora, murni dari ide kreatif para siswa. Selain sisi kekuatan jembatan, sisi desain yang mengusung kearifan budaya lokal juga menjadi penilaian tambahan.
"Berciri khas, ada temanya, mengusung budaya lokal. Itu yang memberi nilai plus. Kedua yang terkuat, dinilai kesesuaian dengan gambar, dan bisa memuat beban paling berat," jelasnya.
Jenis jembatan yang dikenalkan ke siswa, yakni desain lengkung dan pylon serupa jembatan Suramadu. Pihaknya berharap, lomba membuat desain jembatan, bisa mendorong generasi muda untuk berinovasi mendukung pembangunan infrastruktur negara yang aman dan nyaman.
"Kemudian melatih kepekaan mereka terhadap desain jembatan, desain bukan hanya rumah, gedung, jembatan-pun ada desainnya," katanya.
Sementara itu, peserta pembuatan jembatan spageti tampak yang berinovasi dalam proses pembuatan. Salah satunya, Arifani Cantika dari tim SMA Negeri 1 Rogojampi yang bertugas membuat serbuk dari spageti dengan cara dirampelas. Serbuk spageti berfungsi serupa semen, pasir, untuk memperkuat ikatan lem dalam tiap sambungan jembatan.
"Ini serbuknya dari spageti juga, caranya dihancurin pakai rampelas. Ini saya baru latihan Minggu kemarin sebanyak tiga kali," kata Cantika.
Saat membuat peserta dibatasi waktu selama 3 jam. Peserta harus mengoptimalkan bahan spageti yang dijatah dengan jumlah total berat 175 gram dengan ukuran diameter 11 mili. Selain itu, kesesuai dengan desain gambar juga diselaraskan dengan ukuran jembatan panjang, lebar dan tinggi yang telah ditentukan panitia.
"Saya senang bisa ikut berkompetisi seperti ini, bertemu dengan hasil kreasi para siswa lainnya. Ini desain murni dari ide kami," ujarnya.
(mdk/hrs)