Rencana Jonan ubah UPP jadi BLU demi tol laut dinilai terlalu dini
Sebab masih banyak persoalan transportasi laut yang perlu penanganan cepat.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan akan mengubah 17 Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Rencana mantan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini pun disambut baik pelaku usaha pelayaran, jika semangat perubahan itu untuk meningkatkan pelayanan.
Sedangkan, jika semangatnya hanya untuk mewujudkan konsep tol laut, perubahan dari UPP menjadi BLU itu, dinilai para pengusaha pelayaran terlalu dini. Sebab masih banyak persoalan transportasi laut yang perlu penanganan cepat.
Hal ini diungkapkan pengusaha pelayaran di Jawa Timur, Lukman Ladjoni. Pemilik usaha pelayaran, PT Bintang Timur ini mengatakan, rencana kebijakan Menhub ini perlu didukung dalam kerangka peningkatan pelayanan.
"Namun jika upaya itu diklaim bisa mewujudkan konsep tol laut, sebagaimana dimaksudkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo, nampaknya masih jauh," nilai Ladjoni kepda wartawan di Surabaya, Kamis (4/2).
Ladjoni menjelaskan, istilah tol laut hendaknya tidak dimaknai sederhana. "Sebab masih banyak persoalan terkait transportasi laut yang perlu segera ditangani. Ini soal prioritas kebijakan. Menyulap UPP menjadi BLU itu bagus dan perlu didukung. Tapi itu saja tidak cukup," ungkpnya.
Persoalannya, lanjut dia, bukan hanya fasilitas. Tapi juga aspek sumber daya manusia (SDM). "Itu (SDM) juga penting. Jika BLU tidak diikuti perubahan mental SDM dan budaya kerja di masing-masing unit, maka yang terjadi nantinya, bukan kualitas layanan yang diutamakan, tapi target pendapatan yang dikejar."
Masih kata dia, begitu juga kualitas SDM di tingkat Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), terutama di level pimpinan.
"Penunjukan pejabat di KSOP harus mempertimbangkan aspek profesionalitas, kompetensi dan leadership. Jangan mudah gonta-ganti pimpinan, main tunjuk karena like and dislike, apalagi atas dasar saling menguntungkan. Pola ini harus dihindari. Dampaknya tidak baik di lapangan," kata Ladjoni menyarankan.
Menurut dia, seluruh elemen di pelabuhan maupun di KSOP harus mengutamakan aspek pelayanan dan sikap rasionalitas. "Spiritnya hanya satu, yakni menciptakan sistem logistik nasional yang efektif, efisien dan berdaya saing. Sehingga dengan sendirinya pelaku usaha terbantu," ucapnya.
Selama ini, kata Ladjoni, pelaku usaha banyak menanggung (beban) biaya akibat tidak adanya prioritas kebijakan dari pemerintah dalam menyelesaikan ragam persoalan.
"Misalnya, Dwelling Time yang terkadang sampai berhari-hari, tarif Terminal Handling Charge (THC) yang tidak murah, dan antrean pemeriksaan Bea dan Cukai yang memakan waktu lama. Semua itu konsekuensinya pada biaya yang menjadi beban pengusaha," nilai dia lagi.
Ladjoni menyebut, semua proses yang bertele itu, dampaknya pada biaya, yang kemudian berimbas pada pelemahan daya saing perusahaan pelayaran nasional. Terlebih lagi, Indonesia sudah memasuki Borderless Economic Community di level ASEAN atau MEA.
"Dengan begitu (proses yang bertele-tele), sudah pasti pelayaran nasional tidak mampu bersaing melawan perusahaan pelayaran asing. Dalam kondisi yang demikian, apakah masih relevan berdiskusi soal spirit Poros Maritim, Tol Laut, dan Logistik Massal yang efektif dan efisien?"
"Kementerian Perhubungan harus lebih cermat dalam memilih prioritas kebijakan, jika menginginkan makna Tol Laut bisa terwujud secara nyata. Pelayaran itu adalah infrastruktur di laut. Penguatan terhadap pelayaran nasional urgen untuk dilakukan," tegas Ladjoni.
Seperti diketahui, Menhub Ignasius Jonan, melalui siaran persnya pada Minggu (31/1) lalu mengatakan, upaya mengubah UPP menjadi BLU diharapkan bisa meningkatkan pelayanan pelabuhan, dan dapat mendukung keinginan pemerintah mewujudkan Tol Laut. Kata dia, Jik BLU sudah terbangun, maka konsep Tol Laut bisa terwujud.