Respons Komnas HAM Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyambut baik sikap Presiden Joko Widodo yang mengakui adanya 12 pelanggaran HAM Berat masa lalu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyambut baik sikap Presiden Joko Widodo yang mengakui adanya 12 pelanggaran HAM Berat masa lalu. Pengakuan Jokowi itu disampaikan usai membaca laporan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.
"Pengakuan tersebut memperlihatkan adanya komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dalam pemulihan hak korban, untuk memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi," kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro dalam keterangannya, dikutip Kamis (12/1).
-
Mengapa para aktivis mendesak Presiden Jokowi terkait pelanggaran HAM? Mereka mendesak segera diadilinya pihak-pihak yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus kekerasan dan pelanggaran berat HAM.
-
Siapa yang diperiksa oleh Komnas HAM? Komnas HAM memeriksa mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir yang terjadi 20 tahun lalu. Istri Munir, Suciwati juga turut diperiksa oleh Komnas HAM.
-
Siapa yang berhak atas HAM? Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada semua manusia, tanpa memandang ras, jenis kelamin, kebangsaan, suku, bahasa, agama, atau status lainnya.
-
Bagaimana HAM ditegakkan di Indonesia? Dalam proses menegakkan HAM, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur terkait masalah hak asasi manusia.
-
Kapan Komnas HAM memeriksa Usman Hamid? Komnas HAM memeriksa mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir yang terjadi 20 tahun lalu. Istri Munir, Suciwati juga turut diperiksa oleh Komnas HAM.
-
Kenapa Komnas HAM mengirim surat ke Polda Jawa Barat terkait kasus Vina Cirebon? “Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali meminta keterangan Polda Jawa Barat,” kata Uli dalam keteranganya, Selasa (21/5).
Pemulihan korban, pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sudah diatur sejumlah aturan. Seperti Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM; Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018; Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002; dan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu.
Atnike meminta kepada pemerintah menjamin tidak terulangnya kasus pelanggaran HAM Berat. Caranya dengan melakukan perbaikan dari berbagai sektor tatanan kelembagaan negara, hingga pendidikan dan pelatihan HAM.
"Mendukung jaminan ketidakberulangan peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif," ujarnya.
Kemudian, Komnas HAM juga meminta Menkopolhukam Mahfud MD untuk memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung terkait tugas dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan dan penyidikan.
"Guna menyelesaikan Peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat melalui mekanisme yudisial (sidang)," kata dia.
Sebab, ada beberapa kasus atas hak korban untuk pemulihan hingga kini belum mendapatkan haknya atas pemulihan, yaitu Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Timor-Timor 1999, Peristiwa Abepura 2000, dan Peristiwa Paniai 2014.
Kemudian meminta berbagai institusi, untuk turut mendukung kebijakan pemerintah terkait tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM. Dan membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status sebagai korban Pelanggaran HAM Berat.
"Meminta Menkopolhukam untuk merumuskan langkah konkret tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membaca laporan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Masa Lalu. Tim itu sebelumnya dibentuk Berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.
Kepala Negara mengakui bahwa pelanggan HAM berat memang terjadi dalam berbagai peristiwa di masa lalu. Jokowi menyesalkan pelanggaran HAM berat yang terjadi.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa, dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat," kata Jokowi saat jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1).
Ada 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang disebutkan Jokowi. Di antaranya peristiwa 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa taman sari Lampung 1989, dan peristiwa rumah geudong dan pos sattis Aceh 1989.
Berikutnya, peristiwa penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998, peristiwa kerusuhan Mei 1998, dan peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II pada 1998-1999.
Selanjutnya, peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999, peristiwa Simpang KKA Aceh tahun 1999, peristiwa wasior Papua 2001-2002, peristiwa Wamena Papua 2003 dan peristiwa jambo keupok Aceh tahun 2023.
Jokowi menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Dia berupaya agar pelanggaran HAM tak terjadi lagi.
"Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian Yudisial," tutupnya.
(mdk/tin)