Rieke: Pembatasan usia pengangkatan CPNS maksimal 35 tahun tak adil
Hal ini karena saat ini banyak tenaga honorer telah mengabdi hingga 20 tahun tetapi belum diangkat jadi CPNS.
Anggota Komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka menilai pembatasan usia pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS maksimal 35 tahun sangat tidak adil. Hal ini karena saat ini banyak tenaga honorer telah mengabdi hingga 20 tahun, bahkan sebagian terbebani kerja berlebihan.
Untuk itu ia mengusulkan agar ada pengecualian dalam penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Harus ada pengecualian karena undang-undang itu cenderung mengebiri pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, terutama menyangkut pembatasan usia," ujar politisi PDIP yang sering disapa Oneng itu, di Solo, Senin (28/9).
Di hadapan ribuan tenaga honorer Kelompok 2 (K2) se-Jawa Tengah (Jateng) di Graha Wisata Niaga Solo tersebut Oneng juga ngotot agar 439 ribu tenaga honorer K2, diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Dia menambahkan, jika UU ASN diterapkan secara hitam putih dalam pengangkatan tenaga honorer K2 menjadi CPNS dirinya yakin akan banyak karyawan yang rata-rata bergaji di bawah Upah Minimum Kabupaten/KOta (UMK) ini akan tersingkir.
"Pemerintah memang sudah memberikan sinyal untuk melakukan verifikasi dalam proses pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS. Persoalannya, verifikasi yang bagaimana, termasuk kemungkinan tetap memberlakukan batasan usia. Ini harus diperjuangkan," tandasnya.
Ia menegaskan, UU ASN harus direvisi secara terbatas, agar mampu mengakomodasi tenaga honorer K2. Mereka telah bertahun-tahun menunggu nasib yang serba tak jelas. Fraksi PDI-P, lanjut dia, akan mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk merevisi terbatas UU ASN.
"Kami juga akan mendesak Kementerian Keuangan untuk mengalokasikan anggaran bagi pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS," terangnya.
Oneng menambahkan sembari menunggu proses pengangkatan, dia meminta kepada daerah-daerah agar memberikan insentif bagi tenaga honorer, hingga upah yang diperoleh memenuhi standar UMK. Di Bandung Barat menurut dia, telah memberikan insentif khusus kepada tenaga honorer, hingga gaji yang diperoleh sesuai UMK.
"Di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, juga telah memberikan upah sesuai dengan UMK," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Oneng juga sempat berdialog dengan sejumlah tenaga honorer dari beberapa daerah di Jateng. Ia menanyakan nominal gaji per bulan. Para tenaga honorer pada umumnya mengaku memperoleh gaji di bawah UMK, bahkan sebagian hanya mendapat honor Rp 75 ribu per bulan. Sebagian yang lain Rp 400 ribu per bulan, dengan masa pengabdian lebih dari 20 tahun.
"Kami meminta seluruh tenaga honorer K2 saling merapatkan barisan, berjuang bersama hingga suatu saat nanti diangkat menjadi CPNS," pungkasnya.