Rieke sebut Wapres JK sesat logika soal rekomendasi Pansus Pelindo
'Sebaiknya Pak JK konsultasi dengan pakar hukum tata negara supaya tidak sesat logika penafsiran konstitusi," ujar Rieke
Ketua Pansus Angket Pelindo DPR Rieke Diah Pitaloka kecewa dengan ungkapan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang menganggap rekomendasi pansus hanya sekedar saran politik semata. Atas hal itu Rieke menganggap JK sesat logika.
"Mungkin sebaiknya Pak JK konsultasi dengan pakar hukum tata negara supaya tidak sesat logika penafsiran konstitusi dan undang-undang. Saya tidak enak kalau harus menyanggah seorang Wakil Presiden untuk menjelaskan apa bedanya pansus dengan pansus angket yang dibentuk DPR RI dalam nomenklatur UU yang berlaku di Republik Indonesia," kata Rieke dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/12).
Menurut Politikus PDIP ini dalam Tatib DPR RI, yang merupakan turunan UU MD3, ketika rekomendasi pansus angket telah disepakati DPR RI dalam paripurna tidak ditindaklanjuti oleh Pemerintah, maka cukup 25 orang anggota DPR RI mengusulkan hak menyatakan pendapat.
Rieke menjelaskan bahwa dari hasil temuan Pansus, baik berupa dokumen maupun pernyataan RJ Lino dan Meneg BUMN yang disampaikan di bawah sumpah dan dalam rapat terbuka, akan sangat sulit keduanya mengelak dari pembuktian telah melakukan pelanggaran terhadap UUD 1945, Putusan MK, UU dan Peraturan Perundang-undangan lainnya dalam proses perpanjangan kontrak JICT antara Indonesia (Pelindo II) dengan Hongkong (HPH).
Perpanjangan dilakukan 2015, padahal kontrak baru berakhir 2019. Akibat dari rekomendasi pansus angket yang tidak ditindaklanjuti, setelah Hak Menyatakan Pendapat digulirkan, diambil keputusan di paripurna, diajukan kepada MK, maka dapat berujung pada impeachment terhadap Presiden.
"Saya bukan menuduh, hanya pikiran selintas saja jangan-jangan Pak JK sedang mendorong terbentuknya opini Pansus Pelindo bukan pansus angket. Dan berharap Presiden percaya," tuturnya.
Rieke juga menegaskan bahwa jika karena JK, Presiden Jokowi tidak tindaklanjuti, maka Jokowi bisa dikategorikan melakukan pembiaran dan melakukan pemufakatan dengan pelanggar UUD 1945, putusan MK, UU dan Peraturan perundangan lainnya.
"Artinya, Presiden juga lakukan kesalahan serius dan fatal yang berarti harus dicopot dari jabatannya. Kalau Joko Widodo diberhentikan dari jabatannya, yang menggantikan jadi Presiden siapa ya?" pungkasnya.